Oleh Andi Purwono
HINGGA berusia 69 tahun pada 24
Oktober 2014, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations (UN) belum
sepenuhnya bisa menghadirkan perdamaian dan keamanan bagi manusia. Berbagai krisis
kemanusiaan akibat bencana dan konflik masih mengemuka. Tulisan ini mengajukan
gagasan urgensi diplomasi kemanusiaan oleh organisasi internasional itu supaya
kehadirannya dirasakan lebih nyata oleh warga bumi ini.
Dalam pandangan tradisional
sebagaimana pandangan realisme politik, konsep keamanan dipahami semata-mata
domain negara sehingga persoalan militer menjadi fokus utama. Namun
perkembangan kontemporer memaksa kita untuk memperluas perhatian pada
aspek-aspek nonmiliter dan fokus pada keamanan manusia.
Saat ini, wabah ebola dan
penyebaran berbagai virus lain, bencana lingkungan, kemiskinan, kelangkaan
pangan dan energi, kemunculan ideologi radikal seperti terorisme dan IS, dan
berbagai bencana akibat konflik seperti terjadi di Palestina, Suriah, dan Ukraina,
masih menghegemoni dunia.
Mengenai kemiskinan misalnya,
pada peringatan Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia tanggal 17 Oktober lalu,
Sekjen PBB, Ban Ki-moon mengingatkan ada 2,4 miliar orang miskin dengan
berpenghasilan kurang dari 2 dolar AS/hari. Sehari sebelumnya, bertepatan
dengan peringatan Hari Pangan Sedunia dia menegaskan kekhawatirannya terhadap
keberlanjutan keamanan pangan sehingga perlu mendorong petani meningkatkan
produksi. Dua contoh itu menunjukkan bahwa selain kemajuan dunia, ada kehidupan
warga bumi yang masih terancam, dan belum bebas dari kemiskinan/kekurangan.
Berkait kesehatan, Kepala Misi
PBB untuk Respons Darurat Ebola, Anthony Banbury mengingatkan risiko penyebaran
virus itu mengalahkan pencegahannya. Kita ingat musim haji tahun ini
dibayangbayangi ketakutan penyebaran virus tersebut. Dua sekolah di Eropa
bahkan diliburkan gara-gara salah satu siswanya pernah satu pesawat dengan
orang yang terduga ebola. Berkait ketakutan berlebihan itu, bahkan hingga
pengucilan, negara-negara di Afrika khawatir hal itu menghancurkan perekonomian
mereka.
Diplomasi kemanusiaan adalah
upaya persuasi oleh aktor internasional —siapa pun dia— kepada semua pihak
untuk turut serta mengatasi problem kemanusiaan. Upaya itu harus mendasarkan
prinsip kemanusiaan, netral, dan nondiskriminasi. Diplomasi diperlukan guna
membuka kesadaran semua pihak sekaligus membuka ruang untuk aksi kemanusiaan.
Dalam konteks peran PBB,
diplomasi kemanusiaan menjadi penting karena saat ini dibutuhkan koordinasi
optimal berkait kemunculan berbagai aktor kemanusiaan. Dalam tataran aksi,
kemunculan mereka perlu dikoordinasikan supaya menghasilkan sinergi dan ada
jaminan tercapainya tujuan kemanusiaan itu. Model diplomasi itu juga bisa
meminimalisasi tudingan PBB hanya jadi alat negara kuat. Diplomasi kemanusiaan
justru bisa menjadi momentum untuk menunjukkan PBB bukan alat kepentingan
melainkan alat kemanusiaan. Terlebih penyelesaian konflik dan krisis lewat
jalur diplomasi menjadi opsi yang lebih pasti.
Bagian Penting
Dalam konteks tantangan keamanan
kontemporer, diplomasi kemanusiaan oleh PBB dibutuhkan dalam dua aras. Pertama;
dalam upaya mengubah respons. Secara khusus, instrumen diplomasi harus menjadi
bagian penting guna menghadapi berbagai persoalan yang kini sudah melewati
batas negara. Di sisi inilah kehadiran PBB mutlak dibutuhkan untuk mengoordinasi
dan menyinergikan respons global.
Kedua; dalam mengubah aktor
penangung jawab. Dibutuhkan tak hanya kesadaran tapi juga kerja sama antar individu,
baik dalam tataran lokal, nasional, maupun global. Ketercapaian keamanan tidak
hanya bergantung pada negara tapi juga ditentukan oleh kerja sama internasional
yang melibatkan aktor nonnegara. Di sisi ini, sekali lagi kehadiran PBB mutlak
dibutuhkan guna mengoordinasi dan menyinergikan respons global.
Kita bisa mencontohkan upaya
merespons penyebaran ebola. Dewan Keamanan (DK) PBB menyeru negara anggota
untuk kembali mengkaji kebijakan mereka mengucilkan negara (antara lain Sierra
Leone, Liberia, dan Guinea) yang terpengaruh ebola, berikut warga negara
tersebut.
DK PBB mendesak negara anggotanya
mempertahankan hubungan dagang dan transportasi dengan negara yang terpengaruh
ebola guna memungkinkan pemanfaatan sumber bantuan secara tepat waktu. Sekjen
PBB Ban Ki-moon, pada Kamis (16/10) bahkan meminta masyarakat internasional
menyediakan 1 miliar dolar AS guna mengurangi angka penularan ebola hingga 1
Desember mendatang.
Pada beberapa sektor lain, juga
ada upaya persuasi supaya warga dunia sadar, hirau, dan berpartisipasi mengatasi
problem kemanusiaan global. Untuk menengahi konflik militer, pendekatan
kemanusiaan masih jadi pertaruhan, dalam arti apakah PBB dengan reformasi
internalnya bisa membuktikan peran konkretnya atau tidak. Dunia masih banyak
berharap pada PBB untuk berperan nyata. Melalui pendekatan diplomasi kemanusiaan,
kesempatan merealisasikannya menjadi lebih terbuka.
— Andi Purwono, dosen Hubungan Internasional, Dekan FISIP
Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang
Sumber : epaper SM edisi JUMAT,
24 OKTOBER 2014