FS Swantoro |
KOMUNIKASI politik antar tokoh
dan elite seperti terlihat belakangan ini menunjukkan kematangan demokrasi
Indonesia. Ketegangan antar elite politik yang bersaing dalam Pilpres 2014 hingga
membelah bangsa ini, telah mencair. Karena itu, pelantikanJokowi-Jusuf Kalla,
sebagai presiden wakil presiden dalam Sidang Paripurna MPR, 20 Oktober 2014,
sungguh spektakuler.
Antusiasme masyarakat dalam acara
”Syukuran Rakyat” untuk mengantar Jokowi-JK menuju Istana, sangat tinggi.
Mereka datang dari berbagai tempat dan kalangan, tidak hanya menyumbang ide dan
tenaga tapi juga makanan. Sukarelawan Jokowi Presiden Wong Cilik juga
menyumbang konsumsi gratis untuk 500 ribu orang dalam acara dari Bundaran Hotel
Indonesia hingga Monas.
Tak ketinggalan pertunjukan
”Salam Tiga Jari” yang menampilkan Band Slank, Gigi, Nidji, Oppie Andarista,
dan Arkarna dari luar. Antusiasme tinggi masyarakat dalam puncak pesta
demokrasi tersebut tidak pernah terjadi sejak Soeharto diangkat sebagai presiden
dalam Sidang Istimewa MPRS pada Maret 1966.
Inaugurasi presiden baru itu pun
prestisius karena dihadiri Menlu AS John Kerry, utusan Presiden Barack Obama
serta perwakilan negara sahabat hadir sebagai kepala pemerintahan seperti PM
Australia Tony Abbott, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Presiden
Timor Leste Taur Matan Ruak, PM Papua Nugini Peter O’Neill, PM Malaysia Najib Razak,
PM Singapura Lee Hsien Loong, mantan PM Jepang Yasuo Fukuda, dan Menlu Filipina
Albert del Rosario.
Yang lebih membesarkan hati,
kekhawatiran akan krisis politik akibat kebekuan komunikasi antar dua kubu
koalisi setelah Pilpres 9 Juli, ternyata tidak terbukti. Optimisme baru bahkan
muncul setelah kembali terajut komunikasi antartokoh pendukung Prabowo-Hatta
yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat
(KIH) pendukung Jokowi-JK. Sungguh spektakuler proses suksesi kepemimpinan
nasional 2014.
Presiden Jokowi dalam pesannya
antara lain ingin mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik,
berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ia akan terus
mengampanyekan ajaran Tri Sakti Bung Karno itu mengingat kondisi bangsa sedang
buruk.
Secara khusus Jokowi mengucapkan
terima kasih Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ucapan Jokowi disambut tepuk tangan
hadirin. Prabowo yang duduk di bangku khusus pun langsung berdiri dan memberi
hormat kepada Jokowi. Balasan serupa ditunjukkan Hatta, yang langsung berdiri
sembari membungkukkan badan.
Dalam pidatonya, Jokowi meminta
semua elemen untuk komit bekerja keras. Kini saatnya menyatukan hati dan tangan
menapaki ujian sejarah berikutnya di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan.
Ia yakin semua bisa terwujud bila dipikul bersama melalui persatuan dan gotong
royong. Indonesia tidak akan pernah besar bila terbelah dan tidak bekerja
keras. Karena itu, pemerintahannya bertekad agar seluruh rakyat merasakan
kehadiran pelayanan pemerintah dalam kehidupan sehari-hari dan mereka dilibatkan
dalam proses perumusan kebijakan. Ia mengajak seluruh lapisan masyarakat
bekerja keras, bahu-membahu sebagai wujud pengabdian kepada nusa dan bangsa. Tanpa
semangat gotong royong, bangsa ini akan kehilangan roh.
Bagi Presiden Jokowi, 5 tahun ke
depan merupakan pertaruhan sebagai bangsa merdeka. Dia menegaskan, jabatan
presiden bukan tamansari yang indah dan harus dinikmati melainkan kerja, kerja,
dan kerja yang utama. Dengan kerja keras dan bergotong royong maka masyarakat
akan berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian
dalam kebudayaan.
Warisan SBY
Pesan awal Jokowi diakhiri dengan
mengutip pidato Bung Karno bahwa untuk membangun Indonesia menjadi negara
besar, kuat, dan makmur, kita harus memiliki jiwa cakrawati samudra, jiwa pelaut
pemberani untuk mengarungi gelombang ganas.
Karena itu, Jokowi berkomitmen
membentuk kabinet kerja dan ahli, berlandaskan koalisi partai tanpa syarat.
Andai pilihannya tak seperti harapan publik, akan ada resistensi ke depan.
Profil kabinet memang penting karena begitu memimpin, JokowiJK akan dihadapkan
persoalan warisan pemerintahan SBY. Di bidang ekonomi terkait defisit
perdagangan, neraca transaksi berjalan, dan neraca pembayaran dan fiskal.
Pemerintahan Jokowi-JK juga perlu
menghapus subsidi BBM dan listrik. Dana itu harus dialihkan untuk membangun
sarana pendidikan dan kesehatan, bantuan sosial, serta infrastruktur pertanian
yang merupakan tanggung jawab pemerintah. Tidak kalah penting memperbaiki iklim
investasi supaya banyak modal asing masuk. Masuknya modal asing sangat
diperlukan guna membantu menutup defisit transaksi berjalan, menggerakkan
ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan ekspor manufaktur.
Pemerintahan Jokowi-JK juga harus
berani memaksa dunia usaha membawa devisa hasil ekspornya ke Indonesia dan
melunasi kewajiban pajaknya sesuai undang-undang. Hanya dengan cara itu
pemerintahan baru dapat menciptakan lapangan kerja bagi warga supaya lebih
sejahtera.
Selamat bekerja Pak Jokowi dan
Pak JK, semoga sukses. (10)
— FS Swantoro, peneliti dari
Soegeng Sarjadi Syndicate Jakarta
Sumber : epaper SM edisi SELASA,
21 OKTOBER 2014
No comments:
Post a Comment