Oleh : Ony Suharsono
SEJAK berdiri pada 6 April 1963, Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah mengemban fungsi khusus sebagai agen pembangunan.
Kehadirannya diharapkan makin mengakselerasi pertumbuhan perekonomian di Jateng
yang bermuara pada kemeningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama warga
Jateng. Berawal dari badan hukum sebagai perusda dan jadi satu-satunya pemegang
kas daerah, kini bank tersebut telah menjadi perseroan terbatas (PT).
Di tengah persaingan ketat
mengelola dana-dana kas daerah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah terbukti
mampu bertahan. Bahkan terus meningkatkan sumbangan kepada pemerintah provinsi dan
kota/kabupaten di Jateng dalam wujud deviden, sebagai salah satu sumber PAD.
Tahun 2013, bank itu menyetor deviden Rp 292,46 miliar dan 2014 sebesar Rp
348,99 miliar atau meningkat Rp 56,53 miliar hanya dalam waktu setahun.
Pengelola juga terus berbenah dan
mengembangkan pelayanan guna merespons kebutuhan pasar serta keinginan pemilik
dan masyarakat. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah mendekatkan diri kepada
masyarakat dengan mengembangkan jaringan kantor serta membuka layanan mobil kas
keliling dan ATM.
Menyadari besar biaya membuka jaringan
kantor, pada 20 Maret 2012 dikembangkan konsep apexBPR-Bank Jateng, dengan Bank
Jateng sebagai bank jangkar dan saat ini sudah 217 BPR menjadi anggota.
Terdapat 3 model kerja sama atau fungsi dari program itu, yakni financial
assistant dalam bentuk dana mismatch dan dana bergulir, technical assistant dalam
wujud pelatihan, dan pemanfaatan teknologi, serta kredit linkage untuk BPR.
Meskipun manfaat apexBPR-Bank Jateng
belum sepenuhnya dirasakan oleh BPR, beberapa fungsi dan kegiatan yang diemban
sudah berjalan dengan baik. Misalnya pemanfaatan dana bergulir, pelatihan
manajemen risiko untuk BPR Komisariat Tegal, dan kredit linkage untuk 16 BPR
dengan plafon Rp 136,50 miliar.
Salah satu technical assistant yang
disiapkan untuk diluncurkan pada triwulan IV tahun ini adalah ATM co-branding supaya
nasabah BPR bisa bertransaksi di ATM Bank Jateng, atau Jaringan PrimaBersama.
Lewat kehadiran layanan baru tersebut, diharapkan manfaat keberadaan apex
BPR-Bank Jateng lebih dirasakan oleh anggota sehingga memunculkan optimisme
baru berkait sinergi itu.
Guna menjawab kebutuhan
masyarakat akan layanan perbankan di daerah, keberadaan BPR sangat diharapkan. Pasalnya,
layanan mereka memiliki karakter khusus seperti pelayanan simpan pinjam,
terutama untuk usaha kecil dan masyarakat di pedesaan dengan sistem dan
prosedur sederhana, serta sesuai dengan kebutuhan UMKM.
Di tengah ketatnya persaingan,
ditambah kondisi perekonomian nasional yang belum mendukung, industri perbankan
dituntut untuk selalu inovatif dan jeli memanfaatkan peluang. Tanpa inovasi
maka sebuah bank sulit memenangi persaingan mengingat biaya dana yang terus
naik, sementara pendapatan kredit cenderung stagnan.
Menyatukan Potensi Pemanfaatan
apexBPR-Bank Jateng adalah pilihan logis bagi Bank Jateng supaya sumber-sumber
pendapatannya tak makin tergerus. Apalagi Bank Jateng dapat memanfaatkan
jaringan kantor yang dimiliki BPR se-Jateng sebagai kepanjangan tangannya atau
branchless banking. Namun efektivitas dari sinergitas itu mensyaratkan beberapa
hal. Pertama; ada pemahaman dari BPR dan
Bank Jateng untuk memosisikan diri sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Sebagai pengayom, Bank Jateng harus bisa jadi pelindung dan pembimbing
operasional BPR. Pangsa pasar yang relatif bersinggungan perlu dijaga supaya
tidak terjadi praktik kanibal. Sektor UMKM dan sektor produktif harus menjadi
perhatian lewat kerja sama bantuan teknis, pendanaan, pemasaran, ataupun
pelaporan kepada regulator.
Kedua; jaminan dukungan
infrastruktur dan teknologi dari Bank Jateng supaya bisa dimanfaatkan oleh BPR
se-Jateng. Namun keberagaman infrastruktur dan teknologi yang dimiliki
masing-masing BPR bisa menghambat proses sinergi dengan Bank Jateng. Karena
itu, perlu terobosan untuk menyelaraskan perbedaan itu.
Ketiga; pemprov dan pemkab/pemkot
selaku pemegang saham Bank Jateng, sekaligus pemegang saham BPR BKK, bank
pasar, dan lembaga keuangan mikro, diharapkan bisa menunjukkan perannya.
Artinya, menjadi pengambil kebijakan yang dapat menyatukan semua potensi
masing-masing bank/lembaga keuangan tersebut. Tentu saja dengan tetap mengedepankan
profesionalisme dan kepentingan masyarakat.
Keempat; sinergitas. Sinergi
menjadi sebuah keharusan mengingat di masa mendatang persaingan tak hanya
menyangkut antarlembaga perbankan tapi juga bisa terjadi dengan lembaga
keuangan nonbank, bahkan dengan bukan lembaga keuangan. Saat ini kita bisa
melihat banyak fungsi perbankan dikerjasamakan dengan lembaga keuangan nonbank,
semisal dengan kantor pos. Bahkan toko swalayan pun, seperti Indomaret dan
Alfamart bisa melayani transaksi keuangan seperti transfer, pembayaran tagihan,
dan sebagainya.
Menghadapi tantangan saat ini dan
di masa mendatang, sinergi antarlembaga keuangan, baik bank maupun nonbank, serta
lembaga keuangan lain di suatu daerah menjadi sebuah keniscayaan. Apex BPR-Bank
Jateng sebagai wadah untuk menyinergikan Bank Jateng dengan BPR, harus bisa
berperan aktif mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Terlebih 2015 kita menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) dan penerapan UU tentang Desa dengan konsentrasi
pembangunan yang lebih menekankan pedesaan. Dalam situasi itu, apex BPR-Bank
Jateng harus membuktikan bisa menjawab tantangan tersebut, serta manfaat atas
keberadaannya lebih dirasakan oleh anggota dan masyarakat. (10)
— Ony Suharsono, pegawai Bank Jateng,
Ketua Apex BPR-Bank Jateng
Sumber : epaper SM hal 6 edisi
Sabtu, 4 Oktober 2014
No comments:
Post a Comment