Saturday, 11 October 2014

Efektivitas Peran Apex BPR

Oleh : Ony Suharsono
SEJAK berdiri pada 6 April 1963, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah mengemban fungsi khusus sebagai agen pembangunan. Kehadirannya diharapkan makin mengakselerasi pertumbuhan perekonomian di Jateng yang bermuara pada kemeningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama warga Jateng. Berawal dari badan hukum sebagai perusda dan jadi satu-satunya pemegang kas daerah, kini bank tersebut telah menjadi perseroan terbatas (PT).
Di tengah persaingan ketat mengelola dana-dana kas daerah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah terbukti mampu bertahan. Bahkan terus meningkatkan sumbangan kepada pemerintah provinsi dan kota/kabupaten di Jateng dalam wujud deviden, sebagai salah satu sumber PAD. Tahun 2013, bank itu menyetor deviden Rp 292,46 miliar dan 2014 sebesar Rp 348,99 miliar atau meningkat Rp 56,53 miliar hanya dalam waktu setahun.
Pengelola juga terus berbenah dan mengembangkan pelayanan guna merespons kebutuhan pasar serta keinginan pemilik dan masyarakat. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah mendekatkan diri kepada masyarakat dengan mengembangkan jaringan kantor serta membuka layanan mobil kas keliling dan ATM.
Menyadari besar biaya membuka jaringan kantor, pada 20 Maret 2012 dikembangkan konsep apexBPR-Bank Jateng, dengan Bank Jateng sebagai bank jangkar dan saat ini sudah 217 BPR menjadi anggota. Terdapat 3 model kerja sama atau fungsi dari program itu, yakni financial assistant dalam bentuk dana mismatch dan dana bergulir, technical assistant dalam wujud pelatihan, dan pemanfaatan teknologi, serta kredit linkage untuk BPR.
Meskipun manfaat apexBPR-Bank Jateng belum sepenuhnya dirasakan oleh BPR, beberapa fungsi dan kegiatan yang diemban sudah berjalan dengan baik. Misalnya pemanfaatan dana bergulir, pelatihan manajemen risiko untuk BPR Komisariat Tegal, dan kredit linkage untuk 16 BPR dengan plafon Rp 136,50 miliar.
Salah satu technical assistant yang disiapkan untuk diluncurkan pada triwulan IV tahun ini adalah ATM co-branding supaya nasabah BPR bisa bertransaksi di ATM Bank Jateng, atau Jaringan PrimaBersama. Lewat kehadiran layanan baru tersebut, diharapkan manfaat keberadaan apex BPR-Bank Jateng lebih dirasakan oleh anggota sehingga memunculkan optimisme baru berkait sinergi itu.
Guna menjawab kebutuhan masyarakat akan layanan perbankan di daerah, keberadaan BPR sangat diharapkan. Pasalnya, layanan mereka memiliki karakter khusus seperti pelayanan simpan pinjam, terutama untuk usaha kecil dan masyarakat di pedesaan dengan sistem dan prosedur sederhana, serta sesuai dengan kebutuhan UMKM.
Di tengah ketatnya persaingan, ditambah kondisi perekonomian nasional yang belum mendukung, industri perbankan dituntut untuk selalu inovatif dan jeli memanfaatkan peluang. Tanpa inovasi maka sebuah bank sulit memenangi persaingan mengingat biaya dana yang terus naik, sementara pendapatan kredit cenderung stagnan.
Menyatukan Potensi Pemanfaatan apexBPR-Bank Jateng adalah pilihan logis bagi Bank Jateng supaya sumber-sumber pendapatannya tak makin tergerus. Apalagi Bank Jateng dapat memanfaatkan jaringan kantor yang dimiliki BPR se-Jateng sebagai kepanjangan tangannya atau branchless banking. Namun efektivitas dari sinergitas itu mensyaratkan beberapa hal.  Pertama; ada pemahaman dari BPR dan Bank Jateng untuk memosisikan diri sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Sebagai pengayom, Bank Jateng harus bisa jadi pelindung dan pembimbing operasional BPR. Pangsa pasar yang relatif bersinggungan perlu dijaga supaya tidak terjadi praktik kanibal. Sektor UMKM dan sektor produktif harus menjadi perhatian lewat kerja sama bantuan teknis, pendanaan, pemasaran, ataupun pelaporan kepada regulator.
Kedua; jaminan dukungan infrastruktur dan teknologi dari Bank Jateng supaya bisa dimanfaatkan oleh BPR se-Jateng. Namun keberagaman infrastruktur dan teknologi yang dimiliki masing-masing BPR bisa menghambat proses sinergi dengan Bank Jateng. Karena itu, perlu terobosan untuk menyelaraskan perbedaan itu.
Ketiga; pemprov dan pemkab/pemkot selaku pemegang saham Bank Jateng, sekaligus pemegang saham BPR BKK, bank pasar, dan lembaga keuangan mikro, diharapkan bisa menunjukkan perannya. Artinya, menjadi pengambil kebijakan yang dapat menyatukan semua potensi masing-masing bank/lembaga keuangan tersebut. Tentu saja dengan tetap mengedepankan profesionalisme dan kepentingan masyarakat.
Keempat; sinergitas. Sinergi menjadi sebuah keharusan mengingat di masa mendatang persaingan tak hanya menyangkut antarlembaga perbankan tapi juga bisa terjadi dengan lembaga keuangan nonbank, bahkan dengan bukan lembaga keuangan. Saat ini kita bisa melihat banyak fungsi perbankan dikerjasamakan dengan lembaga keuangan nonbank, semisal dengan kantor pos. Bahkan toko swalayan pun, seperti Indomaret dan Alfamart bisa melayani transaksi keuangan seperti transfer, pembayaran tagihan, dan sebagainya.
Menghadapi tantangan saat ini dan di masa mendatang, sinergi antarlembaga keuangan, baik bank maupun nonbank, serta lembaga keuangan lain di suatu daerah menjadi sebuah keniscayaan. Apex BPR-Bank Jateng sebagai wadah untuk menyinergikan Bank Jateng dengan BPR, harus bisa berperan aktif mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.  Terlebih 2015 kita menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan penerapan UU tentang Desa dengan konsentrasi pembangunan yang lebih menekankan pedesaan. Dalam situasi itu, apex BPR-Bank Jateng harus membuktikan bisa menjawab tantangan tersebut, serta manfaat atas keberadaannya lebih dirasakan oleh anggota dan masyarakat. (10)
— Ony Suharsono, pegawai Bank Jateng, Ketua Apex BPR-Bank Jateng

Sumber : epaper SM hal 6 edisi Sabtu, 4 Oktober 2014

No comments:

Post a Comment