Saturday, 25 October 2014

Urgensi Diplomasi Kemanusiaan PBB

Oleh Andi Purwono
HINGGA berusia 69 tahun pada 24 Oktober 2014, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations (UN) belum sepenuhnya bisa menghadirkan perdamaian dan keamanan bagi manusia. Berbagai krisis kemanusiaan akibat bencana dan konflik masih mengemuka. Tulisan ini mengajukan gagasan urgensi diplomasi kemanusiaan oleh organisasi internasional itu supaya kehadirannya dirasakan lebih nyata oleh warga bumi ini.
Dalam pandangan tradisional sebagaimana pandangan realisme politik, konsep keamanan dipahami semata-mata domain negara sehingga persoalan militer menjadi fokus utama. Namun perkembangan kontemporer memaksa kita untuk memperluas perhatian pada aspek-aspek nonmiliter dan fokus pada keamanan manusia.
Saat ini, wabah ebola dan penyebaran berbagai virus lain, bencana lingkungan, kemiskinan, kelangkaan pangan dan energi, kemunculan ideologi radikal seperti terorisme dan IS, dan berbagai bencana akibat konflik seperti terjadi di Palestina, Suriah, dan Ukraina, masih menghegemoni dunia.
Mengenai kemiskinan misalnya, pada peringatan Hari Pemberantasan Kemiskinan Sedunia tanggal 17 Oktober lalu, Sekjen PBB, Ban Ki-moon mengingatkan ada 2,4 miliar orang miskin dengan berpenghasilan kurang dari 2 dolar AS/hari. Sehari sebelumnya, bertepatan dengan peringatan Hari Pangan Sedunia dia menegaskan kekhawatirannya terhadap keberlanjutan keamanan pangan sehingga perlu mendorong petani meningkatkan produksi. Dua contoh itu menunjukkan bahwa selain kemajuan dunia, ada kehidupan warga bumi yang masih terancam, dan belum bebas dari kemiskinan/kekurangan.
Berkait kesehatan, Kepala Misi PBB untuk Respons Darurat Ebola, Anthony Banbury mengingatkan risiko penyebaran virus itu mengalahkan pencegahannya. Kita ingat musim haji tahun ini dibayangbayangi ketakutan penyebaran virus tersebut. Dua sekolah di Eropa bahkan diliburkan gara-gara salah satu siswanya pernah satu pesawat dengan orang yang terduga ebola. Berkait ketakutan berlebihan itu, bahkan hingga pengucilan, negara-negara di Afrika khawatir hal itu menghancurkan perekonomian mereka.
Diplomasi kemanusiaan adalah upaya persuasi oleh aktor internasional —siapa pun dia— kepada semua pihak untuk turut serta mengatasi problem kemanusiaan. Upaya itu harus mendasarkan prinsip kemanusiaan, netral, dan nondiskriminasi. Diplomasi diperlukan guna membuka kesadaran semua pihak sekaligus membuka ruang untuk aksi kemanusiaan.
Dalam konteks peran PBB, diplomasi kemanusiaan menjadi penting karena saat ini dibutuhkan koordinasi optimal berkait kemunculan berbagai aktor kemanusiaan. Dalam tataran aksi, kemunculan mereka perlu dikoordinasikan supaya menghasilkan sinergi dan ada jaminan tercapainya tujuan kemanusiaan itu. Model diplomasi itu juga bisa meminimalisasi tudingan PBB hanya jadi alat negara kuat. Diplomasi kemanusiaan justru bisa menjadi momentum untuk menunjukkan PBB bukan alat kepentingan melainkan alat kemanusiaan. Terlebih penyelesaian konflik dan krisis lewat jalur diplomasi menjadi opsi yang lebih pasti.
Bagian Penting
Dalam konteks tantangan keamanan kontemporer, diplomasi kemanusiaan oleh PBB dibutuhkan dalam dua aras. Pertama; dalam upaya mengubah respons. Secara khusus, instrumen diplomasi harus menjadi bagian penting guna menghadapi berbagai persoalan yang kini sudah melewati batas negara. Di sisi inilah kehadiran PBB mutlak dibutuhkan untuk mengoordinasi dan menyinergikan respons global.
Kedua; dalam mengubah aktor penangung jawab. Dibutuhkan tak hanya kesadaran tapi juga kerja sama antar individu, baik dalam tataran lokal, nasional, maupun global. Ketercapaian keamanan tidak hanya bergantung pada negara tapi juga ditentukan oleh kerja sama internasional yang melibatkan aktor nonnegara. Di sisi ini, sekali lagi kehadiran PBB mutlak dibutuhkan guna mengoordinasi dan menyinergikan respons global.
Kita bisa mencontohkan upaya merespons penyebaran ebola. Dewan Keamanan (DK) PBB menyeru negara anggota untuk kembali mengkaji kebijakan mereka mengucilkan negara (antara lain Sierra Leone, Liberia, dan Guinea) yang terpengaruh ebola, berikut warga negara tersebut.
DK PBB mendesak negara anggotanya mempertahankan hubungan dagang dan transportasi dengan negara yang terpengaruh ebola guna memungkinkan pemanfaatan sumber bantuan secara tepat waktu. Sekjen PBB Ban Ki-moon, pada Kamis (16/10) bahkan meminta masyarakat internasional menyediakan 1 miliar dolar AS guna mengurangi angka penularan ebola hingga 1 Desember mendatang.
Pada beberapa sektor lain, juga ada upaya persuasi supaya warga dunia sadar, hirau, dan berpartisipasi mengatasi problem kemanusiaan global. Untuk menengahi konflik militer, pendekatan kemanusiaan masih jadi pertaruhan, dalam arti apakah PBB dengan reformasi internalnya bisa membuktikan peran konkretnya atau tidak. Dunia masih banyak berharap pada PBB untuk berperan nyata. Melalui pendekatan diplomasi kemanusiaan, kesempatan merealisasikannya menjadi lebih terbuka.
— Andi Purwono,  dosen Hubungan Internasional, Dekan FISIP Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang
Sumber : epaper SM edisi JUMAT, 24 OKTOBER 2014

No comments:

Post a Comment