Saturday 18 October 2014

Wanita-Wanita Peduli Batik

Oleh Lilis Sugiharti
Tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Hal ini berawal sejak  tanggal 2 Oktober 2009, saat UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Kini, lima tahun sudah kekayaan batik Nusantara lebih mendunia. Dan selama itu pulalah produksi batik di Indonesia mulai meningkat dan berkembang. Kesenian batik dikenal di Indonesia sejak zaman Kerajaan Majapahit dan terus berkembang pada kerajaan-kerajaan berikutnya. Dari beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masamasa Kerajaan Mataram, kemudian pada masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik mulai meluas dan menjadi milik rakyat Indonesia, khususnya suku Jawa, setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Batik yang dihasilkan adalah batik tulis. Dan pada awal abad ke-20, atau sekitar tahun 1920, masyarakat mulai mengenal batik cap.
Pada mulanya, membatik merupakan tradisi yang turun temurun. Batik menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja di Nusantara. Batik dikerjakan terbatas dalam keraton, dan hasilnya hanya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Namun, seiring perkembangan zaman dan para pengikut kerajaan banyak yang tinggal di luar keraton, maka seni batik semakin berkembang di luar kerajaan dan menjadi komoditas yang diperdagangkan.
Pada awalnya, motif ataupun pola batik masih didominasi dengan motif binatang dan tanaman. Namun lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Jenis dan corak batik tradisional amat banyak, sesuai dengan filosofi dan budaya masingmasing daerah yang beragam.
Peran Perempuan
Sejarah perkembangan industri batik tak bisa lepas dari peran serta kaum perempuan, baik dari segi produsen maupun konsumen. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan membatik sebagai mata pencaharian untuk mengisi waktu senggang. Membatik merupakan pekerjaan eksklusif perempuan.
Awalnya batik yang dihasilkan hanya batik tulis yang cara pembuatannya dengan menggunakan canting. Untuk membuat batik tulis, perempuanlah yang piawai dalam mengerjakannya, karena sesuai dengan pembawaan kaum perempuan yang luwes. Dari sisi pengguna pun, sejak zaman dulu batik banyak dipakai oleh kaum perempuan. Perempuan Jawa mengenalnya dengan sebutan ”jarit”.
Kain ini merupakan lambang keanggunan perempuan Jawa. RA Kartini sebagai bangsawan, dalam kesehariannya selalu memakai kain batik. Batik motif parang yang dipakai RA Kartini adalah pola untuk para bangsawan.
Di era modern sekarang ini, batik banyak dipakai perempuan, bukan lagi dalam bentuk kain jarit, melainkan dalam berbagai model pakaian sesuai dengan perkembangan dunia fashion. Batik tak lagi digunakan hanya untuk acara-acara resmi, tetapi di berbagai kesempatan kita bisa memakai batik.  Batik tak lagi hanya dipakai oleh orang tua, remaja dan anak-anak pun banyak yang memakainya.
Di zaman sekarang ini, para perempuan membatik bukan hanya untuk merepresentasikan diri sebagai seniman batik, melainkan karena tuntutan ekonomi. Mereka bekerja sebagai buruh pada juragan batik. Kini, di tengah perkembangan industri batik yang semakin pesat, peran serta kaum perempuan sebagai buruh batik seakan-akan terlupakan. Sudah sepatutnya kita memberikan apresiasi yang layak bagi mereka.
Hari Batik Nasional tak hanya diperingati dengan ramairamai berbatik ria, namun memberikan penghargaan dan apresiasi yang nyata bagi para pekerja batik adalah jauh lebih penting. (24)
—Lilis Sugiharti,pencinta batik, mahasiswi STIKAP YMI Wonopringgo, Pekalongan

Sumber : epaper SM hal 7 edisi Selasa, 7 Oktober 2014

No comments:

Post a Comment