Saturday, 25 October 2014

Meletakkan Dasar Pluralisme

A Adib
ADALAH Khalifah Umar bin Khattab yang menyampaikan gagasan dan keputusan mengenai perhitungan tahun Islam, dengan dasar peristiwa hijrah Rasulullah saw. Ketika dideklarasikan, tahun Islam telah berusia 17 tahun, jatuh pada 8 Rabiul Awal, bertepatan dengan 639 Masehi. Keputusan itu mempunyai alasan dan pandangan visioner. Hijrah adalah bentuk perjuangan multidimensional yang bersejarah, berwawasan jauh ke depan untuk kemajuan Islam.
Hijrah adalah tonggak sejarah yang perlu diabadikan generasi berikutnya dalam bentuk perjuangan, sejalan dengan nilai hijrah. Usulan Khalifah Umar memiliki alasan kuat dari berbagai sudut pandang sehingga diterima. Pertama; dari sisi akidah, hijrah adalah perjuangan progresif dan heroik dengan pengorbanan total; jihad melawan kekufuran dan usaha pemurtadan dari kaum jahiliah musyri Quraisy.
Dari kajian ekonomi, hijrah adalah bentuk perjuangan melawan hegemoni yang tidak adil (kapitalis), sekaligus mencari solusi atas embargo ekonomi yang kejam yang dilancarkan kaum jahiliah musyrik Quraisy terhadap kaum muslimin. Melalui hijrah, terbangunlah tatanan ekonomi yang adil dan berkecukupan. Dari kajian sosial budaya, hijrah adalah bentuk perjuangan memberantas penyakit sosial jahiliah, seperti judi, miras, pelecehan terhadap perempuan, dan keretakan hubungan persaudaraan. Juga perjuangan membela kaum duafa dan fakir miskin akibat tekanan dan pengasingan secara terus-menerus dari kaum jahiliah Dengan hijrah, terwujudlah rehabilitasi sosial.
Dari sudut kesetaraan gender, hijrah adalah bentuk perjuangan mengangkat tinggi martabat perempuan dari kebiasaan kafir Quraisy, seperti membunuh anak perempuan mereka. Orang-orang jahiliah merasa malu memiliki anak perempuan, dan tidak segan-segan membunuh serta mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru lahir.
Dari dimensi politik dan hukum, hijrah adalah bentuk perjuangan membebaskan diri dari cengkeraman politik jahiliah yang melanggar HAM. Hijrah telah mewujudkan tatanan masyarakat yang menghargai persamaan hak, menjamin kebebasan dan kemajemukan, menegakkan kebenaran, keadilan, dan tatanan demokratis.
Beberapa tahun setelah Nabi Muhammad hijrah dan menetap di Madinah, kota ini masih sebagai komunitas dengan penduduk muslim, musyrik, dan Yahudi. Kamum muslimin terdiri atas muhajirin (pendatang dari Makkah) dan anshar (penduduk asli terdiri atas suku Aus dan Kharraj), dan saat itu belum bisa disebut negara.
Muhammad menjadi pemimpin komunitas Madinah. Untuk menciptakan tata pergaulan masyarakat yang damai, Beliau membuat kesepakatan dengan beragam penduduk kota itu, yang dikenal dengan Piagam Madinah. Substansi dari piagam itu adalah kesepakatan tentang pluralisme.
Tiap warga wajib menjaga stabilitas keamanan Madinah, dan semua punya hak sama dalam mendapat keadilan, termasuk hak memeluk agama, dan menjalankan ibadah. Sebagai pemimpin komunitas Madinah, Rasulullah memberi contoh pelaksanaan piagam itu. Misal ketika iring-iringan jenazah orang Yahudi lewat, Beliau mengajak para sahabat untuk berdiri sebagai tanda penghormatan.
Era Kebangkitan
Ketika Nabi saw menerima kunjungan dari tokoh Kristen Bani Najran, Allah memerintahkan untuk berdialog mencari kebenaran. Dalam kisah lain, petinggi Kristen dari Bani Najran itu ikut membela Nabi ketika diserang kafir Makkah pasca kesepakatan Piagam Madinah. Ketika pemuka Nasrani itu gugur dalam perang, seluruh hartanya diwariskan kepada Rasulullah.
Tahun baru Hijriah diyakini banyak pemikir Islam sebagai era kebangkitan Islam, bahkan jadi titik balik kemenangan perjuangan Rasulullah saw dan para sahabat. Tiap tahun umat Islam memperingati tahun baru Islam, termasuk Tahun Baru 1436 Hijriah, yang jatuh pada Sabtu, 25 Oktober 2014.
Sudahkah secara substansial ada pencerahan di tubuh umat? Sudahkah semangat energizing berhasil kita serap dari momentum yang jadi titik balik kemenangan tersebut? Hingga kini masih banyak permasalahan umat yang belum tuntas, termasuk masalah perdamaian dan persatuan umat. Disintegrasi dan berbagai bentuk kekacauan di negeri-negeri orang muslim, khususnya sejak era Arab Spring dari Tunisia hingga fenomena Islamic State (IS), yang memperlihatkan jauhnya praktik Islam rahmatan lil alamin.
Aksi kekerasan dengan dalih dan atas nama agama masih sering dipertontonkan oleh sekelompok pemeluk Islam. Berangkat dari pesan hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad telah meletakkan dasar-dasar bermasyarakat, memerangi kejahiliahan (kebodohan) dengan menekankan pendidikan, membangun kesetaraan dalam keadilan, serta menegakkan HAM.
Menengok peristiwa 1.436 tahun lalu, yang dicontohkan melalui hijrah Nabi saw, tidak ada alasan memandang Islam dalam wajah kekerasan, termasuk mengeksploitasi kekerasan atas nama Islam. Rasulullah telah memberi contoh sebagai peletak dasar agama dengan kasih sayang bagi semua manusia.
— A Adib, wartawan Suara Merdeka

Sumber : epaper SM edisi JUMAT, 24 OKTOBER 2014

No comments:

Post a Comment