A Adib |
ADALAH Khalifah Umar bin Khattab
yang menyampaikan gagasan dan keputusan mengenai perhitungan tahun Islam,
dengan dasar peristiwa hijrah Rasulullah saw. Ketika dideklarasikan, tahun
Islam telah berusia 17 tahun, jatuh pada 8 Rabiul Awal, bertepatan dengan 639
Masehi. Keputusan itu mempunyai alasan dan pandangan visioner. Hijrah adalah
bentuk perjuangan multidimensional yang bersejarah, berwawasan jauh ke depan
untuk kemajuan Islam.
Hijrah adalah tonggak sejarah
yang perlu diabadikan generasi berikutnya dalam bentuk perjuangan, sejalan
dengan nilai hijrah. Usulan Khalifah Umar memiliki alasan kuat dari berbagai
sudut pandang sehingga diterima. Pertama; dari sisi akidah, hijrah adalah
perjuangan progresif dan heroik dengan pengorbanan total; jihad melawan
kekufuran dan usaha pemurtadan dari kaum jahiliah musyri Quraisy.
Dari kajian ekonomi, hijrah
adalah bentuk perjuangan melawan hegemoni yang tidak adil (kapitalis),
sekaligus mencari solusi atas embargo ekonomi yang kejam yang dilancarkan kaum
jahiliah musyrik Quraisy terhadap kaum muslimin. Melalui hijrah, terbangunlah
tatanan ekonomi yang adil dan berkecukupan. Dari kajian sosial budaya, hijrah
adalah bentuk perjuangan memberantas penyakit sosial jahiliah, seperti judi, miras,
pelecehan terhadap perempuan, dan keretakan hubungan persaudaraan. Juga
perjuangan membela kaum duafa dan fakir miskin akibat tekanan dan pengasingan
secara terus-menerus dari kaum jahiliah Dengan hijrah, terwujudlah rehabilitasi
sosial.
Dari sudut kesetaraan gender,
hijrah adalah bentuk perjuangan mengangkat tinggi martabat perempuan dari
kebiasaan kafir Quraisy, seperti membunuh anak perempuan mereka. Orang-orang jahiliah
merasa malu memiliki anak perempuan, dan tidak segan-segan membunuh serta
mengubur hidup-hidup bayi perempuan yang baru lahir.
Dari dimensi politik dan hukum, hijrah
adalah bentuk perjuangan membebaskan diri dari cengkeraman politik jahiliah
yang melanggar HAM. Hijrah telah mewujudkan tatanan masyarakat yang menghargai
persamaan hak, menjamin kebebasan dan kemajemukan, menegakkan kebenaran,
keadilan, dan tatanan demokratis.
Beberapa tahun setelah Nabi
Muhammad hijrah dan menetap di Madinah, kota ini masih sebagai komunitas dengan
penduduk muslim, musyrik, dan Yahudi. Kamum muslimin terdiri atas muhajirin (pendatang
dari Makkah) dan anshar (penduduk asli terdiri atas suku Aus dan Kharraj), dan
saat itu belum bisa disebut negara.
Muhammad menjadi pemimpin komunitas
Madinah. Untuk menciptakan tata pergaulan masyarakat yang damai, Beliau membuat
kesepakatan dengan beragam penduduk kota itu, yang dikenal dengan Piagam
Madinah. Substansi dari piagam itu adalah kesepakatan tentang pluralisme.
Tiap warga wajib menjaga
stabilitas keamanan Madinah, dan semua punya hak sama dalam mendapat keadilan,
termasuk hak memeluk agama, dan menjalankan ibadah. Sebagai pemimpin komunitas
Madinah, Rasulullah memberi contoh pelaksanaan piagam itu. Misal ketika iring-iringan
jenazah orang Yahudi lewat, Beliau mengajak para sahabat untuk berdiri sebagai
tanda penghormatan.
Era Kebangkitan
Ketika Nabi saw menerima
kunjungan dari tokoh Kristen Bani Najran, Allah memerintahkan untuk berdialog
mencari kebenaran. Dalam kisah lain, petinggi Kristen dari Bani Najran itu ikut
membela Nabi ketika diserang kafir Makkah pasca kesepakatan Piagam Madinah.
Ketika pemuka Nasrani itu gugur dalam perang, seluruh hartanya diwariskan
kepada Rasulullah.
Tahun baru Hijriah diyakini banyak
pemikir Islam sebagai era kebangkitan Islam, bahkan jadi titik balik kemenangan
perjuangan Rasulullah saw dan para sahabat. Tiap tahun umat Islam memperingati tahun
baru Islam, termasuk Tahun Baru 1436 Hijriah, yang jatuh pada Sabtu, 25 Oktober
2014.
Sudahkah secara substansial ada
pencerahan di tubuh umat? Sudahkah semangat energizing berhasil kita serap dari
momentum yang jadi titik balik kemenangan tersebut? Hingga kini masih banyak
permasalahan umat yang belum tuntas, termasuk masalah perdamaian dan persatuan
umat. Disintegrasi dan berbagai bentuk kekacauan di negeri-negeri orang muslim,
khususnya sejak era Arab Spring dari Tunisia hingga fenomena Islamic State (IS),
yang memperlihatkan jauhnya praktik Islam rahmatan lil alamin.
Aksi kekerasan dengan dalih dan atas
nama agama masih sering dipertontonkan oleh sekelompok pemeluk Islam. Berangkat
dari pesan hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad telah meletakkan dasar-dasar
bermasyarakat, memerangi kejahiliahan (kebodohan) dengan menekankan pendidikan,
membangun kesetaraan dalam keadilan, serta menegakkan HAM.
Menengok peristiwa 1.436 tahun
lalu, yang dicontohkan melalui hijrah Nabi saw, tidak ada alasan memandang
Islam dalam wajah kekerasan, termasuk mengeksploitasi kekerasan atas nama Islam.
Rasulullah telah memberi contoh sebagai peletak dasar agama dengan kasih sayang
bagi semua manusia.
— A Adib, wartawan Suara Merdeka
Sumber : epaper SM edisi JUMAT,
24 OKTOBER 2014
No comments:
Post a Comment