PELAJARAN Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) di SMA merupakan mata pelajaran terapan. Sebagai gabungan
pendidikan sosial dari sejarah, sosiologi, antropologi dan tata negara,
dibutuhkan sebuah terobosan metode pembelajaran yang membumi sehingga
menginspirasi peserta didik untuk mampu memahami, menghayati, mengamalkan dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bermain peran merupakan
aktualisai dalam implementasi mata pelajaran sesuai dengan standar kompetensi (SK)
dan kompetensi dasar (KD). Memerankan sebuah fragmen akan memudahkan dalam
mengingat dan memahami materi yang diajarkan, karena peserta didik akan total
dalam menyiapkan materi yang diajarkan sejalan dengan karakter yang dibutuhkan.
Masih dalam ingatan publik, saat
penerapan Kurikulum 1984, ada mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB), bermain peran menjadi salah satu andalan dalam upaya
menyampaikan pesan pembelajaran. Begitu pula saat pemberlakuan Kurikulum 1975,
dalam mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan mata pelajaran
Pendidikan Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4) dikenal adanya simulasi. Bentuk visualisasi itu dalam upaya membangun
karakter dan mempelajari watak dan sikap dari tokoh yang diperankan. Bukan
hanya sekadar membacakan narasi, namun bagaimana seorang peserta didik dalam kelompoknya
mampu berbagi dalam menanamkan, menghayati dan mempermudah dalam mengingat dan
memahami mata pelajaran PKN.
Bermain peran dan simulasi mirip
dengan penerapannya. Peserta didik memainkan peran atau memeragakan sesuai
topik/pokok bahasan. Secara kelompok, peserta didik membuat sebuah skenario,
sekaligus membuat dialog sesuai perannya masing-masing.
Selaras
Dengan bermain peran peserta
didik akan hanyut perasaannya dalam peran yang sedang dilakoninya. Paling
tidak, setiap peserta didik berusaha menghafalkan dan menghayati sesuai dengan
porsinya. Dengan demikian, secara tidak langsung mereka akan belajar dan mampu
mengaplikasikannya.
Belajar sambil bermain peran
merupakan bentuk aktualisasi diri. Ibarat belajar sambil bermain yang
menyenangkan. Pelajaran PKn dengan bermain peran sangat sesuai dengan ruh
Kurikulum 2013. Pasalnya, pengedepanan pendidikan karakter akan semakin jelas
dan terakumulasi dalam tema yang terintegrasi.
Menurut Foerster (seperti dikutip
Doni Koesoema), ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Pertama,
keteraturan interior, di mana setiap tindakan diukur berdasar hierarki nilai.
Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi
keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing
pada situasi baru atau takut risiko. Ketiga, otonomi, di mana seseorang
menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi.
Keempat, keteguhan dan kesetiaan. (24)
—FX Triyas Hadi Prihantoro, guru
PKn di SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta
Sumber : epaper SM hal 10 Rubrik
Suara Guru edisi Sabtu, 4 Oktober 2014
No comments:
Post a Comment