Oleh Tjahjo Kumolo
KEMENANGAN beruntun yang diraih Koalisi Merah
Putih (KMP), dari pengesahan RUU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), Tata Tertib DPR,
RUU Pilkada Tak Langsung, hingga pemilihan pimpinan DPR dan MPR bukan berarti
”kiamat” bagi presiden- wakil presiden ter- pilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dalam per- tarungan politik, menang atau kalah itu soal biasa. Yang tak biasa
adalah apabila yang menang jumawa (arogan), dan yang kalah nglokro (putus asa).
Dalam pemilihan pimpinan MPR, kita justru
mengapresiasi karena proses voting berlangsung demokratis dan transparan, meski
sebelumnya kita menawarkan musyawarah mufakat sebagaimana tradisi MPR selama
ini, termasuk saat pemilihan Taufiq Kiemas (alm) sebagai ketua periode lalu.
Kita juga mengucapkan selamat bertu- gas kepada Ketua MPR Zulkifli Hasan. Namun
perlu dicatat, ada investasi politik yang ditanam PPP dan DPD dengan
bergabungnya mayoritas anggotanya ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH), di mana
dalam pemilihan pimpinan DPR sebelum- nya KIH sudah ”terkunci” oleh UU MD3 dan
putusan MK.
Investasi ini bisa berlanjut menjadi kerja sama,
baik di legislatif mau- pun eksekutif. Ancaman KMP hendak menghambat
pemerintahan Jokowi-JK, menyapu bersih seluruh kursi pimpinan alat kelengkapan
DPR, dan memveto 100 posisi di pemerin- tahan, juga soal biasa dalam politik.
Yang tidak biasa adalah bila ancaman tersebut direalisasikan dengan cara culas
apalagi kotor bahkan inkonstitusional. Mau menghambat pemerintahan Jokowi-JK?
Silakan saja. Demi prinsip checks and balance, sikap kritis memang harus
ditunjukkan DPR. Tapi jangan lupa, sikap kritis itu tetap harus proporsional,
jangan ”overdosis” sehingga merugikan kepentingan rakyat. Mau menyapu bersih
kursi pimpinan alat kelengkapan DPR? Silakan saja. Rakyat akan bisa membedakan
mana emas mana loyang, mana demokrat sejati, mana pseudo democrat atau demokrat
semu.
Bahkan pada masa pemerintahan Orde Baru
sekalipun, PPP dan PDI masih diberi ruang oleh Golkar, the rule party, untuk
menduduki kursi pimpinan alat kelengka- pan Dewan, bahkan pimpinan DPR. Rakyat
pun sudah bisa menilai mana demokrat sejati dan mana demokrat semu terkait
UU Pilkada Tak Langsung oleh DPRD yang didukung KMP. Salah satu ciri demokrat
sejati adalah siap menang dan siap kalah. Mau memveto 100 posisi di pemerin-
tahan? Jangankan 100, 1.000 pun silakan. Tapi jangan lupa, sistem pemerintahan
yang dianut Indonesia adalah presidensial, bukan parlementer, sebagaimana dia-
manatkan Pasal 17 UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, presiden di samping
berkedudukan sebagai kepala negara, berkedudukan pula sebagai kepala
pemerintahan. Pasal 17 Ayat (1) menyatakan, ”presi- den sebagai kepala
pemerintahan di dalam menyelenggarakan tugasnya sehari-hari dibantu oleh
menteri-menteri.” Sebagai pembantu presiden, menteri-menteri tidak bertanggung
jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Pasal 17 Ayat (2) menyatakan,
”menteri-menteri diangkat dan diberhen- tikan oleh presiden”.
Dengan demikian jelas bahwa kepala pemerintahan
adalah presiden, sehingga menurut konstitusi ketatanegaraan ini,
pemerintahan pada hakikatnya adalah presiden, bukan DPR. Bila menteri-menteri
bertanggung jawab kepada presiden, dan pejabat-pejabat di bawah menteri
bertanggung jawab kepa- da menteri, lalu posisi apa yang hendak diveto? Harus
Dilakukan Pasca reformasi memang terjadi leg- islative heavy, bandul
kekuasaan berayun ke legislatif, sebagai antitesis atas executive heavy yang
terjadi selama era Orde Baru. Namun, dengan kehadiran KMP atau siapa pun,
legislative heavy tersebut jangan sampai kebabalasan. Checks and balances harus
tetap dijalankan secara proporsional.
Checks and balances memang harus dilakukan semaksimal
mungkin supaya tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah. Namun,
checks and balances tersebut jangan sampai mengunci langkah pemerin- tah sampai
tidak bisa bergerak dan berbuat bagi rakyat. Artinya, bila kebijakan Jokowi-JK
pro- rakyat atau mendatangkan kemaslahatan bagi rakyat maka tak ada alasan bagi
KMP atau siapa pun untuk menghambat, apalagi menjegalnya. Sebaliknya, bila
kebijakan Jokowi-JK berisiko merugikan rakyat, atau merugikan keuangan
negara, sudah selayaknya diten- tang dan dihentikan.
Bila RUU yang diajukan Jokowi-JK demi memajukan
kesejahteraan rakyat maka tak ada alasan bagi KMP atau siapa pun untuk menolak
membahasnya. Bila anggaran yang diajukan Jokowi-JK dalam RAPBN demi
meningkatkan kesejahtera- an rakyat maka tak ada alasan bagi KMP atau siapa pun
untuk menolaknya sehingga pemerintah terpaksa harus menggunakan APBN tahun
lalu. Dari kacamata positif, kemenangan beruntun kubu KMP serta ancaman mereka
hendak menghambat pemerintah justru bagus buat Jokowi-JK supaya pemerintah- an
atau kabinetnya lebih solid, bersih dan profesional dalam bekerja untuk rakyat.
Rakyat ora sare!
— Tjahjo Kumolo, Sekretaris Jenderal PDI
Perjuangan, Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK
No comments:
Post a Comment