Tuesday 14 October 2014

Rakyat Ora Sare

Oleh Tjahjo Kumolo
KEMENANGAN beruntun yang diraih Koalisi Merah Putih (KMP), dari pengesahan RUU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), Tata Tertib DPR, RUU Pilkada Tak Langsung, hingga pemilihan pimpinan DPR dan MPR bukan berarti ”kiamat” bagi presiden- wakil presiden ter- pilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla. Dalam per- tarungan politik, menang atau kalah itu soal biasa. Yang tak biasa adalah apabila yang menang jumawa (arogan), dan yang kalah nglokro (putus asa).
Dalam pemilihan pimpinan MPR, kita justru mengapresiasi karena proses voting berlangsung demokratis dan transparan, meski sebelumnya kita menawarkan musyawarah mufakat sebagaimana tradisi MPR selama ini, termasuk saat pemilihan Taufiq Kiemas (alm) sebagai ketua periode lalu. Kita juga mengucapkan selamat bertu- gas kepada Ketua MPR Zulkifli Hasan. Namun perlu dicatat, ada investasi politik yang ditanam PPP dan DPD dengan bergabungnya mayoritas anggotanya ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH), di mana dalam pemilihan pimpinan DPR sebelum- nya KIH sudah ”terkunci” oleh UU MD3 dan putusan MK.
Investasi ini bisa berlanjut menjadi kerja sama, baik di legislatif mau- pun eksekutif. Ancaman KMP hendak menghambat pemerintahan Jokowi-JK, menyapu bersih seluruh kursi pimpinan alat kelengkapan DPR, dan memveto 100 posisi di pemerin- tahan, juga soal biasa dalam politik. Yang tidak biasa adalah bila ancaman tersebut direalisasikan dengan cara culas apalagi kotor bahkan inkonstitusional. Mau menghambat pemerintahan Jokowi-JK? Silakan saja. Demi prinsip checks and balance, sikap kritis memang harus ditunjukkan DPR. Tapi jangan lupa, sikap kritis itu tetap harus proporsional, jangan ”overdosis” sehingga merugikan kepentingan rakyat. Mau menyapu bersih kursi pimpinan alat kelengkapan DPR? Silakan saja. Rakyat akan bisa membedakan mana emas mana loyang, mana demokrat sejati, mana pseudo democrat atau demokrat semu.
Bahkan pada masa pemerintahan Orde Baru sekalipun, PPP dan PDI masih diberi ruang oleh Golkar, the rule party, untuk menduduki kursi pimpinan alat kelengka- pan Dewan, bahkan pimpinan DPR. Rakyat pun sudah bisa menilai mana demokrat sejati dan mana demokrat semu  terkait UU Pilkada Tak Langsung oleh DPRD yang didukung KMP. Salah satu ciri demokrat sejati adalah siap menang dan siap kalah. Mau memveto 100 posisi di pemerin- tahan? Jangankan 100, 1.000 pun silakan. Tapi jangan lupa, sistem pemerintahan yang dianut Indonesia adalah presidensial, bukan parlementer, sebagaimana dia- manatkan Pasal 17 UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, presiden di samping berkedudukan sebagai kepala negara, berkedudukan pula sebagai kepala pemerintahan. Pasal 17 Ayat (1) menyatakan, ”presi- den sebagai kepala pemerintahan di dalam menyelenggarakan tugasnya sehari-hari dibantu oleh menteri-menteri.” Sebagai pembantu presiden, menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden. Pasal 17 Ayat (2) menyatakan, ”menteri-menteri diangkat dan diberhen- tikan oleh presiden”.
Dengan demikian jelas bahwa kepala pemerintahan adalah presiden, sehingga menurut konstitusi  ketatanegaraan ini, pemerintahan pada hakikatnya adalah presiden, bukan DPR. Bila menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden, dan pejabat-pejabat di bawah menteri bertanggung jawab kepa- da menteri, lalu posisi apa yang hendak diveto? Harus Dilakukan Pasca  reformasi memang terjadi leg- islative heavy, bandul kekuasaan berayun ke legislatif, sebagai antitesis atas executive heavy yang terjadi selama era Orde Baru. Namun, dengan kehadiran KMP atau siapa pun, legislative heavy tersebut jangan sampai kebabalasan. Checks and balances harus tetap dijalankan secara proporsional.
Checks and balances memang harus dilakukan semaksimal mungkin supaya tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah. Namun, checks and balances tersebut jangan sampai mengunci langkah pemerin- tah sampai tidak bisa bergerak dan berbuat bagi rakyat. Artinya, bila kebijakan Jokowi-JK pro- rakyat atau mendatangkan kemaslahatan bagi rakyat maka tak ada alasan bagi KMP atau siapa pun untuk menghambat, apalagi menjegalnya. Sebaliknya, bila kebijakan Jokowi-JK berisiko  merugikan rakyat, atau merugikan keuangan negara, sudah selayaknya diten- tang dan dihentikan.
Bila RUU yang diajukan Jokowi-JK demi memajukan kesejahteraan rakyat maka tak ada alasan bagi KMP atau siapa pun untuk menolak membahasnya. Bila anggaran yang diajukan Jokowi-JK dalam RAPBN demi meningkatkan kesejahtera- an rakyat maka tak ada alasan bagi KMP atau siapa pun untuk menolaknya sehingga pemerintah terpaksa harus menggunakan APBN tahun lalu. Dari kacamata positif, kemenangan beruntun kubu KMP serta ancaman mereka hendak menghambat pemerintah justru bagus buat Jokowi-JK supaya pemerintah- an atau kabinetnya lebih solid, bersih dan profesional dalam bekerja untuk rakyat. Rakyat ora sare!
— Tjahjo Kumolo, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK

No comments:

Post a Comment