Wednesday, 22 October 2014

Jateng Provinsi Maritim

Moch Sofyan Cholid
Semasa anak-anak, saya kerap bernyanyi sendiri atau bersama teman lagu ’’Nenek Moyangku Seorang Pelaut.’’ Syair lagu itu kini mengingatkan bahwa sejatinya Indonesia adalah negara kepulauan dengan lautan terhampar luas dan jaya. Berkaca pada kejayaan masa lalu itu sepantasnya pemerintahan yang dinakhodai Jokowi-JK  mencita-citakan negara poros maritim.
Tidak berlebihan keinginan mewujudkan gagasan itu mengingat secara geografis negara kita memiliki laut seluas 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai 104.000 km yang merangkaikan 17.508 pulau besar dan kecil. Semua kesatuan itu bisa menjadi dasar mewujudkan negara maritim yang berdaya. Terlebih kita sudah memiliki beberapa payung hukum, antara lain UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, serta UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Berarti tinggal political will pemerintahan Jokowi-JK merealisasikan janji semasa berkampanye, antara lain membangun ’’tol laut’’. Tentu tak bisa ditafsirkan semata-mata jalan tol yang dibangun di atas laut tapi bagaimana memfungsikan secara maksimal laut sebagai jalur transportasi yang murah, efisien, dan efektif.
Saat ini Indonesia baru mempunyai dua pelabuhan internasional, yaitu Tanjung Perak di Surabaya dan Tanjung Priok di Jakarta. Ke depan, pemerintahan yang baru merencanakan membangun 6 pelabuhan besar guna mendukung ekspor impor. Tentu perlu pelabuhan pengumpan (feeder port) untuk mendukung pelabuhan besar. Pemerintah bisa membenahi pelabuhan di Cirebon sebagai pelabuhan pengumpan Tanjung Priok, dan pelabuhan di Banyuwangi sebagai pengumpan Tanjung Perak, pelabuhan di Morotasi sebagai pengumpan Pelabuhan Bitung. Semua itu harus terkoneksikan dengan semua kegiatan ekonomi.
Adapun Jawa Tengah saat ini baru memiliki pelabuhan perikanan di Rembang, Juana (Pati), dan Pekalongan untuk pantura. Di selatan ada Cilacap yang merupakan pelabuhan perikanan pantai sekaligus samudra, yang bisa menampung 30 kapal berukuran 10-30 gross tonsekaligus.
Antisipasi Industri
Jateng, melalui Rembang, sudah mengawali dengan masterplan sea front city sebelum Jokowi menggagas negara poros maritim. Rembang membangun pelabuhan niaga yang dibiayai investor untuk mengantisipasi industri semisal kehadiran pabrik semen. Perlu pendekatan administratif mengingat 13 kabupaten/kota di pantura Jateng memiliki potensi laut, sedangkan 4 kabupaten lainnya di selatan. Pewujudan negara maritim harus mengedepankan ekonomi kerakyatan dengan mengembangkan bisnis yang menyerap banyak tenaga kerja, membangkitkan ketahanan pangan dan mengurangi disparitas antarwilayah (barat, tengah, dan timur).
Jokowi-JK sebaiknya memetakan ulang guna mengembangkan sektor ekonomi kelautan yang belum tergarap maksimal, seperti industri perikanan dan bioteknologi laut. Tidak kalah penting memperkuat infrastruktur di laut, salah satunya pelabuhan dan kapal niaga untuk mendorong perubahan pola angkutan barang.
Pemerintah juga perlu memperkuat lima komponen di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal itu menyangkut kebijakan program di antaranya revitalisasi sector ekonomi kelautan yang meliputi perikanan tangkap, budi daya, industri pengolahan ikan, dan perhubungan laut supaya lebih produktif dan efisien Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan relatif baik. Pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan dalam 2 tahun terakhir 6,5%, bahkan 2014 diprediksi 7% (sektor pertanian 3,5%). Ke depan, terlebih menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, pemerintah perlu menyempurnakan UU Kelautan sebagai pijakan menuju negara maritim. (10)
— Ir Moch Sofyan Cholid, Kabid Perikanan Budi Daya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang

Sumber : epaper SM edisi RABU, 22 OKTOBER 2014

No comments:

Post a Comment