Moch Sofyan Cholid
Semasa anak-anak, saya kerap
bernyanyi sendiri atau bersama teman lagu ’’Nenek Moyangku Seorang Pelaut.’’
Syair lagu itu kini mengingatkan bahwa sejatinya Indonesia adalah negara
kepulauan dengan lautan terhampar luas dan jaya. Berkaca pada kejayaan masa
lalu itu sepantasnya pemerintahan yang dinakhodai Jokowi-JK mencita-citakan negara poros maritim.
Tidak berlebihan keinginan mewujudkan
gagasan itu mengingat secara geografis negara kita memiliki laut seluas 5,8
juta km2 dengan panjang garis pantai 104.000 km yang merangkaikan 17.508 pulau besar
dan kecil. Semua kesatuan itu bisa menjadi dasar mewujudkan negara maritim yang
berdaya. Terlebih kita sudah memiliki beberapa payung hukum, antara lain UU
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran, serta UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Berarti tinggal political will pemerintahan
Jokowi-JK merealisasikan janji semasa berkampanye, antara lain membangun ’’tol laut’’.
Tentu tak bisa ditafsirkan semata-mata jalan tol yang dibangun di atas laut
tapi bagaimana memfungsikan secara maksimal laut sebagai jalur transportasi
yang murah, efisien, dan efektif.
Saat ini Indonesia baru mempunyai
dua pelabuhan internasional, yaitu Tanjung Perak di Surabaya dan Tanjung Priok
di Jakarta. Ke depan, pemerintahan yang baru merencanakan membangun 6 pelabuhan
besar guna mendukung ekspor impor. Tentu perlu pelabuhan pengumpan (feeder
port) untuk mendukung pelabuhan besar. Pemerintah bisa membenahi pelabuhan di
Cirebon sebagai pelabuhan pengumpan Tanjung Priok, dan pelabuhan di Banyuwangi
sebagai pengumpan Tanjung Perak, pelabuhan di Morotasi sebagai pengumpan
Pelabuhan Bitung. Semua itu harus terkoneksikan dengan semua kegiatan ekonomi.
Adapun Jawa Tengah saat ini baru
memiliki pelabuhan perikanan di Rembang, Juana (Pati), dan Pekalongan untuk
pantura. Di selatan ada Cilacap yang merupakan pelabuhan perikanan pantai
sekaligus samudra, yang bisa menampung 30 kapal berukuran 10-30 gross
tonsekaligus.
Antisipasi Industri
Jateng, melalui Rembang, sudah
mengawali dengan masterplan sea front city sebelum Jokowi menggagas negara
poros maritim. Rembang membangun pelabuhan niaga yang dibiayai investor untuk
mengantisipasi industri semisal kehadiran pabrik semen. Perlu pendekatan
administratif mengingat 13 kabupaten/kota di pantura Jateng memiliki potensi
laut, sedangkan 4 kabupaten lainnya di selatan. Pewujudan negara maritim harus mengedepankan
ekonomi kerakyatan dengan mengembangkan bisnis yang menyerap banyak tenaga
kerja, membangkitkan ketahanan pangan dan mengurangi disparitas antarwilayah
(barat, tengah, dan timur).
Jokowi-JK sebaiknya memetakan
ulang guna mengembangkan sektor ekonomi kelautan yang belum tergarap maksimal, seperti
industri perikanan dan bioteknologi laut. Tidak kalah penting memperkuat
infrastruktur di laut, salah satunya pelabuhan dan kapal niaga untuk mendorong
perubahan pola angkutan barang.
Pemerintah juga perlu memperkuat
lima komponen di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal itu menyangkut
kebijakan program di antaranya revitalisasi sector ekonomi kelautan yang
meliputi perikanan tangkap, budi daya, industri pengolahan ikan, dan
perhubungan laut supaya lebih produktif dan efisien Kinerja Kementerian
Kelautan dan Perikanan relatif baik. Pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan
perikanan dalam 2 tahun terakhir 6,5%, bahkan 2014 diprediksi 7% (sektor
pertanian 3,5%). Ke depan, terlebih menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015,
pemerintah perlu menyempurnakan UU Kelautan sebagai pijakan menuju negara
maritim. (10)
— Ir Moch Sofyan Cholid, Kabid Perikanan
Budi Daya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang
Sumber : epaper SM edisi RABU, 22
OKTOBER 2014
No comments:
Post a Comment