Oleh F Suryadjaja
Popularitas implan silikon pada
payudara kembali menggema belakangan ini setelah Malinda Dee, terpidana kasus pencucian
uang nasabah Citibank, dikabarkan juga menderita kanker payudara. Apakah terdapat hubungan antara kanker dengan implantasi silikon ?
Implan payudara pertama kali
diperkenalkan tahun 1962. Selama 38 tahun kemudian hingga tahun 2000 sudah 1,5
hingga 2 juta wanita Amerika Serikat menggunakan implan payudara untuk maksud
memperbesar ukuran payudara atau dikenal dengan istilah augmentasi payudara.
Mengingat silikon merupakan bahan anorganik yang inaktif secara biologis maka
hingga tahun 1976, dianggap sebagai material yang tidak berbahaya bagi tubuh penggunanya.
Sementara, isu tentang hubungan
antara penggunaan implan silikon payudara dengan peningkatan risiko kanker
payudara muncul pada akhir dekade 1980-an. Lagipula, tahun 1992 Badan Pengawas
Obat dan Makanan Amerika Serikat, The Food and Drug Administration (FDA),
sempat membatasi penggunaannya untuk tujuan rekonstruksi payudara. Akibat
anjuran pembatasan ini, kurun waktu 1992-1996 angka penggunaan implan silikon
payudara merosot tajam.
Tidak sampai di situ, Kongres
Amerika Serikat mengamanatkan kepada National Institutes of Health negara itu
untuk melakukan kajian evaluasi penggunaan jangka panjang. Tahun 1992 kajian
tersebut dilakukan pada 13.500 wanita pengguna implan rata-rata selama 13
tahun. Kesimpulan, tidak ada perbedaan bermakna antara risiko kanker payudara
dengan penggunaan implan.
Prosedur implan payudara
tergolong aman. Beberapa tahun kemudian, tepatnya November 1996, FDA
merekomendasi ulang penggunan gel silikon untuk implan payudara. Imbasnya,
angka penggunaan implan payudara kembali meningkat tajam sekitar 40 persen kurun
waktu 2007 hingga 2012.
Pada tahun 2012
sendiri, menurut American Society for Aesthetic Plastic Surgery, sekitar 364.000
wanita dioperasi untuk pemasangan implan payudara atau 1000 wanita setiap hari.
Meskipun, insersi bersifat aman, namun perlu
pertimbangan tersendiri untuk lokasi pemasangan dalam organ payudara.
Sebagian besar volume implan
silikon yang ditempatkan dalam organ payudara berkisar antara 60-400 mililiter,
atau umumnya seberat 250 gram. Pemasangan dapat dilakukan pada sebelah depan otot
pectoralis mayor atau otot dada. Tetapi dapat juga dipasang di sebelah belakang
otot dada (submuskular).
Agar kehadiran tidak mengganggu
proses menyusui, maka dilakukan pemasangan implan submuskular. Dengan demikian,
implan tidak sampai menekan jaringan kelenjar payudara yang memproduksi air susu
ibu.
Pada tingkat global, korelasi
antara penggunaannya terhadap kanker payudara masih kontroversial. Pasalnya,
daya tolak imunologis organ payudara terhadap silikon tergolong rendah. Namun
demikian, para ilmuwan Perancis pernah mengkaji implan silikon pada payudara
merupakan salah satu penyebab kanker. Tak lama setelah penemuan tersebut
tersebar luas, sekitar 30.000 pengguna memutuskan untuk menjalani operasi
pengangkatan implan sebagai upaya pencegahan terhadap kanker payudara.
Efek Buruk
Silikon bukanlah senyawa tanpa
efek buruk. Implan payudara tidak dianjurkan untuk digunakan seumur hidup. The American
Society for Aesthetic Plastic Surgery dan The American Society of Plastic
Surgeon, menyebutkan implan silikon aman untuk jangka waktu penggunaan 10-20
tahun. Setelah itu diperlukan operasi ulang untuk penggantian.
Pasalnya, sekitar 90 persen
wanita pengguna mengalami kebocoran bahkan pecah dalam masa penggunaan 20
tahun. Konsekuensinya, bahan kimia silikon merembes keluar dan menyusup serta
merusak jaringan tubuh sekitarnya. Berita buruknya, menurut FDA sekitar 69
persen wanita pengguna tidak mengetahui silikon mengalami kebocoran.
Ruptur implan silikon cenderung menumpuk
pada lokasi sekitar tempat implan terletak. Karena itu, manifestasi ruptur
silikon gel tidak segera terlihat. Lagipula, gel silikon tidak diserap oleh
jaringan tubuh di sekitarnya.
Gejala ruptur dapat berupa rasa
sakit atau rasa terbakar pada bagian dalam organ payudara, bahkan reaksi alergi
berupa kemerahan pada kulit, khususnya pada kulit payudara. Disebut-sebut, efek jangka panjang kebocoran
atau ruptur payudara darah adalah reaksi autoimun pada persendian (artritis reumatoid),
lupus eritematosus, organ ginjal, jantung, paru-paru, dan jaringan syaraf.
Meskipun kemungkinan kecil,
tumpukan cairan gel silikon mengundang reaksi imunologis tubuh, sehingga
terbentuk suatu tumor lantaran akumulasi limfosit akibat reaksi peradangan atau
inflamasi pada sekitar implan yang ruptur. Seiring dengan waktu, tumor ini
berkembang ke arah limfoma anaplastik sel besar (anaplastic large cell lymphoma,
ALCL).
Pernah dilaporkan sekitar 60
kasus ALCL di antara 5-10 juta wanita pengguna implan payudara untuk alasan
kosmetik maupun rekonstruksi. Terapi ALCL adalah operasi pengangkatan implan
yang ruptur dan terapi agresif untuk ALCL.
Pembentukan jaringan parut
fibrosa (scar) sekitar prostese implan yang akhirnya menyelubungi kapsul
pembungkus, akan memampatkan cairan gel implan. Sehingga menyebabkan implan teraba
keras seperti massa tumor yang padat pada lokasi tempat implan berada.
Pembentukan jaringan parut ini
dapat terjadi beberapa waktu setelah pemasangan maupun setelah penempatan lebih
dari 10 tahun dalam organ payudara. Insidensi mencapai 1-2 persen dari
pengguna. Akhirnya, kanker payudara dapat saja diidap oleh individu yang
menggunakan implan payudara, namun tidak terkait dengan keberadaan implan
payudara itu sendiri.
Rasionalitasnya, kanker payudara
dapat terkait dengan faktor genetik, terapi dengan hormon estrogen, radiasi
sinar radioaktif, usia, pola makan, stres, dan kehidupan tidak menikah.
Dengan pemasangan implan dalam organ
payudara, deteksi dini kanker payudara pada saat interpretasi hasil pemeriksaan
dengan mamografi dapat mengalami kesulitan. Tetapi, tidak ada peningkatan angka
kematian kanker payudara antara wanita yang menggunakan implan dengan populasi yang
tidak menggunakan implan payudara.(11)
– F Suryadjaja , dokter pada
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
Sumber : epaper SM hal 18 edisi
Rabu, 8 Oktober 2014
No comments:
Post a Comment