Monday, 13 October 2014

Implan Silikon dan Kanker Payudara

Oleh F Suryadjaja
Popularitas implan silikon pada payudara kembali menggema belakangan ini setelah Malinda Dee, terpidana kasus pencucian uang nasabah Citibank, dikabarkan juga menderita kanker payudara. Apakah  terdapat hubungan antara kanker  dengan implantasi silikon ?
Implan payudara pertama kali diperkenalkan tahun 1962. Selama 38 tahun kemudian hingga tahun 2000 sudah 1,5 hingga 2 juta wanita Amerika Serikat menggunakan implan payudara untuk maksud memperbesar ukuran payudara atau dikenal dengan istilah augmentasi payudara. Mengingat silikon merupakan bahan anorganik yang inaktif secara biologis maka hingga tahun 1976, dianggap sebagai material yang tidak berbahaya bagi tubuh penggunanya.
Sementara, isu tentang hubungan antara penggunaan implan silikon payudara dengan peningkatan risiko kanker payudara muncul pada akhir dekade 1980-an. Lagipula, tahun 1992 Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, The Food and Drug Administration (FDA), sempat membatasi penggunaannya untuk tujuan rekonstruksi payudara. Akibat anjuran pembatasan ini, kurun waktu 1992-1996 angka penggunaan implan silikon payudara merosot tajam.
Tidak sampai di situ, Kongres Amerika Serikat mengamanatkan kepada National Institutes of Health negara itu untuk melakukan kajian evaluasi penggunaan jangka panjang. Tahun 1992 kajian tersebut dilakukan pada 13.500 wanita pengguna implan rata-rata selama 13 tahun. Kesimpulan, tidak ada perbedaan bermakna antara risiko kanker payudara dengan penggunaan implan.
Prosedur implan payudara tergolong aman. Beberapa tahun kemudian, tepatnya November 1996, FDA merekomendasi ulang penggunan gel silikon untuk implan payudara. Imbasnya, angka penggunaan implan payudara kembali meningkat tajam sekitar 40 persen kurun waktu 2007 hingga 2012.
Pada tahun 2012 sendiri, menurut American Society for Aesthetic Plastic Surgery, sekitar 364.000 wanita dioperasi untuk pemasangan implan payudara atau 1000 wanita setiap hari.  Meskipun, insersi bersifat aman, namun perlu pertimbangan tersendiri untuk lokasi pemasangan dalam organ payudara.
Sebagian besar volume implan silikon yang ditempatkan dalam organ payudara berkisar antara 60-400 mililiter, atau umumnya seberat 250 gram. Pemasangan dapat dilakukan pada sebelah depan otot pectoralis mayor atau otot dada. Tetapi dapat juga dipasang di sebelah belakang otot dada (submuskular).
Agar kehadiran tidak mengganggu proses menyusui, maka dilakukan pemasangan implan submuskular. Dengan demikian, implan tidak sampai menekan jaringan kelenjar payudara yang memproduksi air susu ibu.
Pada tingkat global, korelasi antara penggunaannya terhadap kanker payudara masih kontroversial. Pasalnya, daya tolak imunologis organ payudara terhadap silikon tergolong rendah. Namun demikian, para ilmuwan Perancis pernah mengkaji implan silikon pada payudara merupakan salah satu penyebab kanker. Tak lama setelah penemuan tersebut tersebar luas, sekitar 30.000 pengguna memutuskan untuk menjalani operasi pengangkatan implan sebagai upaya pencegahan terhadap kanker payudara.
Efek Buruk
Silikon bukanlah senyawa tanpa efek buruk. Implan payudara tidak dianjurkan untuk digunakan seumur hidup. The American Society for Aesthetic Plastic Surgery dan The American Society of Plastic Surgeon, menyebutkan implan silikon aman untuk jangka waktu penggunaan 10-20 tahun. Setelah itu diperlukan operasi ulang untuk penggantian.
Pasalnya, sekitar 90 persen wanita pengguna mengalami kebocoran bahkan pecah dalam masa penggunaan 20 tahun. Konsekuensinya, bahan kimia silikon merembes keluar dan menyusup serta merusak jaringan tubuh sekitarnya. Berita buruknya, menurut FDA sekitar 69 persen wanita pengguna tidak mengetahui silikon mengalami kebocoran.
Ruptur implan silikon cenderung menumpuk pada lokasi sekitar tempat implan terletak. Karena itu, manifestasi ruptur silikon gel tidak segera terlihat. Lagipula, gel silikon tidak diserap oleh jaringan tubuh di sekitarnya.
Gejala ruptur dapat berupa rasa sakit atau rasa terbakar pada bagian dalam organ payudara, bahkan reaksi alergi berupa kemerahan pada kulit, khususnya pada kulit payudara.  Disebut-sebut, efek jangka panjang kebocoran atau ruptur payudara darah adalah reaksi autoimun pada persendian (artritis reumatoid), lupus eritematosus, organ ginjal, jantung, paru-paru, dan jaringan syaraf.
Meskipun kemungkinan kecil, tumpukan cairan gel silikon mengundang reaksi imunologis tubuh, sehingga terbentuk suatu tumor lantaran akumulasi limfosit akibat reaksi peradangan atau inflamasi pada sekitar implan yang ruptur. Seiring dengan waktu, tumor ini berkembang ke arah limfoma anaplastik sel besar (anaplastic large cell lymphoma, ALCL).
Pernah dilaporkan sekitar 60 kasus ALCL di antara 5-10 juta wanita pengguna implan payudara untuk alasan kosmetik maupun rekonstruksi. Terapi ALCL adalah operasi pengangkatan implan yang ruptur dan terapi agresif untuk ALCL.
Pembentukan jaringan parut fibrosa (scar) sekitar prostese implan yang akhirnya menyelubungi kapsul pembungkus, akan memampatkan cairan gel implan. Sehingga menyebabkan implan teraba keras seperti massa tumor yang padat pada lokasi tempat implan berada.
Pembentukan jaringan parut ini dapat terjadi beberapa waktu setelah pemasangan maupun setelah penempatan lebih dari 10 tahun dalam organ payudara. Insidensi mencapai 1-2 persen dari pengguna. Akhirnya, kanker payudara dapat saja diidap oleh individu yang menggunakan implan payudara, namun tidak terkait dengan keberadaan implan payudara itu sendiri.
Rasionalitasnya, kanker payudara dapat terkait dengan faktor genetik, terapi dengan hormon estrogen, radiasi sinar radioaktif, usia, pola makan, stres, dan kehidupan tidak menikah.
Dengan pemasangan implan dalam organ payudara, deteksi dini kanker payudara pada saat interpretasi hasil pemeriksaan dengan mamografi dapat mengalami kesulitan. Tetapi, tidak ada peningkatan angka kematian kanker payudara antara wanita yang menggunakan implan dengan populasi yang tidak menggunakan implan payudara.(11)
– F Suryadjaja , dokter pada Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Sumber : epaper SM hal 18 edisi Rabu, 8 Oktober 2014

No comments:

Post a Comment