Friday, 24 October 2014

Belah ’’Semangka’’ Banyumas

Akhmad Saefudin
Dalam sepekan terakhir wacana pemekaran Kabupaten Banyumas menjadi dua daerah otonom (Kota Purwokerto dan Kabupaten Banyumas) mewarnai pemberitaan sejumlah media massa. Dalam 4 hari saja (14-17/10/14) harian ini menurunkan tujuh artikel, dua di antara menjadi headline’’Suara Banyumas’’, yakni edisi Selasa (14/10) dan Kamis (16/10).
Wacana pemekaran disambut positif oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Namun ia meminta pemkab mengkaji secara ilmiah dan komperehensif sebagai dasar pengajuan usulan. Bupati Banyumas Achmad Husein menyatakan, perkembangan Purwokerto begitu cepat sehingga harus dikelola sendiri oleh seorang wali kota. Bupati Achmad Husein menegaskan rencana usulan pemekaran murni didasari keiklasan dan hati nurani demi kesejahteraan masyarakat Banyumas. Pasalnya, konsentrasi menangani Purwokerto dan (Kabupaten) Banyumas butuh perhatian berbeda. Dikatakan, Purwokerto tanpa apa-apa bisa maju dengan sendirinya, yang butuh konsentrasi kabupatennya.
Kabupaten Banyumas terbilang ’’unik’’ karena memiliki dua kantor kejaksaan, dua kantor pengadilan negeri, dan dua alun-alun, masing-masing berada di kota Purwokerto dan di kota (lama) Banyumas. Bupati menegaskan pemekaran merupakan amanat Perda Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025. Tahun 2010-2014 tahap persiapan dan 2015-2019 tahap pengusulan.
Terkait wacana pemekaran, Ganjar Pranowo mengaku telah mendengar langsung dari Bupati Banyumas saat berkunjung ke daerah itu. Dia meminta agar usulan pemekaran tidak tergesa-gesa, namun didasari hasil kajian. Bila hasilnya layak silakan lanjutkan. Namun andai belum layak sebaiknya rencana itu diperhitungkan lagi (SM, 14/10/14).
Dua Versi
Tahun 2003-2004 sudah muncul wacana pemekaran Kabupaten Banyumas. Bahkan saat itu ada dua versi hasil studi kelayakan, yakni versi tim MAP Undip dan tim mediasi Forum Rektor Purwokerto. Kajian tim Undip (2003) dilakukan atas prakarsa eksekutif semasa Bupati Aris Setiono, sedangkan kajian tim mediasi Forum Rektor (2004) atas inisiatif DPRD semasa kepemimpinan dr Tri Waluyo Basuki.
Versi tim MAP Undip menyimpulkan, baik wilayah kabupaten maupun kotatif belum layak dimekarkan. Adapun tim mediasi Forum Rektor Purwokerto menyatakan sebaliknya. Model pemekaran yang berkeadilan, menurut penulis, adalah membagi ’’seimbang’’ menjadi dua. Mengutip istilah H Subur Widadi, perlu memperhatikan teori ”Belah Semangka”.
Secara administratif, Kabupaten Banyumas yang terdiri atas 27 kecamatan. Dengan teori di atas, Kabupaten Banyumas semestinya dibelah jadi dua kabupaten (bukan kabupaten dan kota). Belahan timur tetap menggunakan nama asal (Kabupaten Banyumas), dan belahan barat dengan nama baru Kabupaten Banyumas Barat.
Masing-masing kabupaten terdiri atas 13 dan 14 kecamatan. Empat kecamatan di eks Kotif Purwokorto tak boleh total masuk ke satu wilayah kabupaten. Secara garis besar, pembagian itu perlu mendasari sebaran lokasi sarana publik (stasiun-terminal), rumah sakit (Ajibarang-Banyumas), perguruan tingggi negeri (STAIN-Unsoed), PTS (Unwiku-UMP), pasar (Ajibarang-Wage), dan seterusnya.
Kembali memindahkan pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas ke kota (lama) Banyuman adalah hal logis. Adapun pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas Barat perlu didasarkan pada kajian, dan alternatifnya di Cilongok, Ajibarang, Jatilawang atau Wangon. Kota Purwokerto menjadi milik bersama sebagai pusat bisnis atau kota pendidikan, bukan pusat pemerintahan.
Di banyak negara maju, pusat pemerintahan dan kota bisnis sama sekali terpisah. Betapapun, esensi pengusulan pemekaran bukanlah sekadar upaya mengubah status ”desa menjadi kelurahan” atau ”pemkab menjadi pemkot”. Spirit di balik proposal pemekaran adalah untuk lebih mendekatkan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat secara luas. (10)
— Akhmad Saefudin SS ME, alumnus Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) Universitas Indonesia, tinggal di Purwokerto

Sumber : epaper SM edisi KAMIS, 23 OKTOBER 2014

No comments:

Post a Comment