Thursday, 9 October 2014

Kenali Gejala Disleksia

KENALKAH Anda dengan nama-nama berikut? Steve Jobs, Tom Cruise, Abisekh Bachan, Orlando Bloom, Steven Speilberg, dan si jenius Albert Einstain? Percayakah Anda bahwa mereka semua mengalami kesulitan membaca, menulis dan menghafal? Kenyataannya memang demikian, mereka mengidap disleksia.
Tak kentara, dan bahkan sering gagal deteksi. Perhatikan ciri berikut, pada umumnya memiliki intelligence quotient(IQ) seperti anak-anak pada umumnya, normal atau bahkan sangat. Itulah mengapa disleksia sulit dideteksi. Padahal faktanya lima persen hingga 15 persen siswa sekolah mengalami gangguan tersebut.
Andria Rini, salah satu orang tua yang memiliki anak dengan disleksia menceritakan pengalamannya dalam sebuah seminar tentang “Keajaiban Disleksia”, di Semarang. Ia baru mengetahui putri bungsunya mengalami gangguan disleksia saat kelas 3 SD. “Saat itu putri saya tidak bisa membaca kata ‘bertamasya’,”รน kata Rini.
Menurut Rini, putrinya sering salah membaca vokal a, i, u, e, o. Menulis kata yang diakhiri huruf p, selalu dengan huruf m. Di sekolah, putrinya jarang mendapat nilai bagus, terutama untuk pelajaran Bahasa Inggris. “Padahal saya yakin anak saya tidak bodoh. Belakangan saya curiga dan membawa ke psikolog, dinyatakan disleksia. Saya sama sekali tidak tahu apa itu disleksia,” kata Rini.
Psikolog anak dari Children Hope Center (CHC) Semarang, Lisa Maria menyebut, disleksia adalah gangguan fungsi kerja otak, khususnya pada proses fonologis pada belahan otak kiri. Terutama pada sistem menulis alfabet pada subyek yang mengalami disleksia. Butuh kecermatan dan ketekunan untuk mendeteksinya.
Tidak Tampak
“Disleksia merupakan permasalahan belajar yang tidak nampak secara lahiriah. Sebenarnya gejalanya sudah terlihat saat TK, tapi belum bisa menyatakan bahwa itu positif disleksia,’’ kata Lisa.
Salah satu faktor yang mempengaruhinya karena pelajaran membaca diajarkan saat SD. Beberapa faktor penyebab disleksia adalah situasi akademik, rangsangan lingkungan, dan potensi anak. Gen juga diduga menjadi penyebab utama dari disleksia.
Belum jelas penyebab dari disleksia yang sesungguhnya. Sedikit gangguan pada otak ketika hamil, melahirkan atau tumbuh kembang bisa meningkatkan risiko disleksia. Andriana Rini mengisahkan, saat kelahiran putrinya mengalami permasalahan. “Saya waktu itu, diminta menahan, padahal kepala bayinya sudah keluar sebagian. Ada bekas di kepalanya,” kata Rini.
Gejalanya cukup bervariasi. Seorang anak bisa saja memiliki nilai akademik yang berbeda dan masalah perilaku sehingga tidak diketahui. Ada beberapa gejala yang perlu dikenali. Permasalahan spesial, sulit membedakan arah kanan, kiri, depan, belakang. Sulit membuat persepsi jarak, menyatakan waktu, dan mudah tersesat. Sulit konsentrasi dan mengingat nama benda umum, teman dan guru. Di samping itu juga kesulitan menulis dan menyalin tulisan.
Tapi menurut Lisa, ada kelebihan yang cenderung dimiliki anak disleksia. Memiliki rasa kepedulian yang sangat tinggi. Ia menegaskan jika disleksia bukan kebodohan. Disleksia memiliki keajaiban dan akan muncul jika penanganannya tepat. Menurut Lisa, perlu dilakukan beberapa pengecekan untuk memastikan kondisi anak. Salah satunya cek mata dan telinga. Jika ingin memahami lebih detail, evaluasi belajar anak bisa diketahui melalui tes IQ. Yang penting orang tua perlu menyadari bahwa anak sebaiknya didampingi ketika belajar dan membutuhkan bantuan. (Eka Handriana-91)

Sumber : epaper SM hal 32 edisi Kamis, 2 ktober 2014

No comments:

Post a Comment