Oleh Sumaryoto Padmodiningrat
DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) seperti main kucing-kucingan
dengan rakyat. Contohnya soal pembangunan Gedung DPR yang dalam APBN 2016
dianggarkan Rp 740 miliar. Tak pelak, anggaran yang seolah-olah diselundupkan
ini memicu protes masyarakat.
Sejatinya, sudah sejak periode 2009-2014, bahkan sebelumnya,
DPR mengajukan anggaran pembangunan gedung baru karena gedung yang ada saat ini
sudah tidak memadai lagi. Namun karena rakyat terus protes maka DPR pun
mengalah, sampai kemudian anggaran tersebut ’diselundupkan’ dalam RAPBN 2016.
Anggaran pembangunan gedung baru DPR inilah yang dicurigai
jadi ajang transaksional antara pemerintah dan DPR sehingga Koalisi Merah Putih
(KMP) minus Partai Gerindra menyetujui APBN 2016.
”Take and give” ini mengingatkan kita pada pembahasan RAPBN
Perubahan 2015, di mana setelah pemerintahan Presiden Joko Widodo menganggarkan
dana talangan Lapindo Rp 781 miliar, KMP akhirnya menyetujui APBN-P 2015.
Itulah politik, harus ada ’take and give’ dan memahami adagium ”tak ada makan
siang gratis.”
Rakyat bukannya tak menyadari bahwa gedung DPR yang ada saat
ini sudah tidak memadai lagi. Bagaimana bisa ruang kerja anggota DPR yang
seluas 18 m2 harus diisi minimal delapan orang, yakni satu anggota DPR, 2
asisten pribadi, dan lima tenaga ahli, belum lagi bila ada tamu.
Apalagi undang-undang mengamanatkan bahwa luas standar
ruangan anggota DPR adalah 117 m2, dan tiap penambahan satu staf maka luas
ruangan itu harus bertambah dua meter persegi.
Gedung Nusantara I tempat ruang kerja anggota DPR juga dalam kondisi
miring dan retak-retak akibat gempa Pangandaran beberapa waktu lalu. Kapasitas
gedung ini awalnya hanya dibangun untuk 800 orang, namun kini tiap hari hampir
4.000 orang beraktivitas.
Namun, bila melihat kinerja anggota DPR, ketidaksetujuan
rakyat terhadap rencana pembangunan gedung baru itu, masuk akal. Dalam bidang
legislasi misalnya, dua bulan menjelang berakhirnya tahun 2015, dari 39 RUU
prioritas Prolegnas 2015, baru dua UU yang disahkan.
Dua UU itu pun hanya bersifat revisi terbatas, yaitu UU No 8/
2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta UU No 9/2015
tentang Pemerintah Daerah. UU No 8/2015 merupakan revisi UU No 1/2015 tentang
Perppu No 1/2014 yang disahkan pada 20 Januari 2015.
Dibanding periode sebelumnya, kinerja DPR periode 2014-2019
terindikasi lebih buruk. Sepanjang Januari-Oktober 2010, DPR periode 2009-2014
berhasil mengesahkan enam UU prioritas. Sementara dalam waktu sama, DPR periode
ini baru mengesahkan dua UU prioritas.
Padahal, produktivitas DPR periode 2009-2014 sudah tergolong
rendah, yakni hanya mengesahkan 126 UU dari 247 RUU dalam Prolegnas 2009, atau
hanya sekitar 50%. Secara kualitas pun tergolong rendah.
Dari jumlah tersebut, 11 UU diujimaterikan ke MK. Adapun DPR
periode 2004-2009 menghasilkan 185 UU dari 279 RUU dalam Prolegnas 2004, dan 18
UU di antaranya digugat ke MK, sementara DPR periode 1999-2004 menghasilkan 169
UU dari 247 RUU dalam Prolegnas 1999.
Lembaga Bersih
Ironisnya, DPR masih gemar mencari alasan. Ketika
menyampaikan pidato penutupan Masa Sidang I 2015-2016, Jumat (30/10/15), Ketua
DPR Setya Novanto berdalih, kinerja legislasi tak hanya diukur berdasarkan
berapa banyak UU yang dihasilkan di tiap masa sidang. Hal terpenting adalah UU
yang dihasilkan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Selain kinerja meningkat, rakyat juga berharap DPR menjadi
lembaga bersih. Sejak KPK berdiri pada 2003, hingga Senin (2/11/15), sudah 54
anggota DPR jadi tersangka, terdakwa dan terpidana korupsi. Ke-54 anggota dan
mantan anggota DPR itu berasal dari berbagai partai, termasuk parpol yang baru
berdiri.
Tingkat kehadiran anggota DPR dalam rapatrapat yang tergolong
rendah, yakni di bawah 70% dalam rapat paripurna, dan di bawah 60% dalam rapat
alat kelengkapan dewan. Andai kinerja meningkat, DPR pun akan menjadi lembaga
yang bersih dan citranya tak buruk lagi. Maka tak ada alasan bagi rakyat untuk
tidak menyetujui apa pun yang direncanakan parlemen.
KPH Sumaryoto Padmodiningrat, anggota DPR RI periode
1999-2004, 2004-2009, dan 2009- 2014
Sumber : Epaper SM edisi Selasa, 10 November 2015 Hal 4
No comments:
Post a Comment