Kita tentu sepakat, mendoan sebagai salah satu kekayaan jenis
kuliner Nusantara telah menjadi bagian dari identitas Banyumas. Menyebut
Banyumas, mendoan tak boleh tertinggalkan sebagai salah satu entitas kearifan
lokal, potensi kuliner yang secara antropologis dan sosiologis merupakan aset
kebudayaan Jawa Tengah. Maka mematenkan aset kultural itu sebagai milik pribadi
perseorangan jelas tidak bisa diterima secara akal sehat.
Geger mendoan belakangan muncul, dan meramaikan cuitan di
media sosial setelah seorang pengusaha asal Sokaraja bernama Fudji Wong sejak
2010 mendapatkan hak paten makanan berbahan baku tempe tersebut. Pertanyaannya,
mengapa Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia menerima pendaftaran dan mematenkan mendoan yang telah
menjadi aset publik sebagai hak perseorangan?
Pemerintah Kabupaten Banyumas pun terkesan baru tahu setelah
muncul polemik. Tanpa bermaksud mencari pihak mana yang patut disalahkan, kita
memandang respons kaget pemkab sebagai sebuah ”pesan” bahwa seharusnya
merekalah yang proaktif mengamankan mendoan dari kemungkinan pendakuan oleh
negara lain, sebagaimana yang selama ini banyak dikhawatirkan terhadap kreasi
dan produk kebudayaan anak bangsa Indonesia.
Kita juga menangkap kesan ketergopoh-gopohan untuk
mendudukkan perkara mendoan ini dengan rencana melakukan pendekatan kepada
Fudji Wong. Sementara, pada sisi lain, kita masih melihat tidak ada iktikad
yang meresahkan dari Wong untuk mengekspolitasi hak paten yang ada di
tangannya. Terbukti produksi mendoan dari para perajin lokal tak terusik, dan
tidak ada langkah-langkah proteksi seolah-olah mendoan menjadi milik
pribadinya.
Pada satu sisi boleh jadi kita patut menaruh respek dan
menyokong siapa pun yang berinisiatif ikut menjaga dan mengamankan aset-aset
mulai dari ide, karya, hingga kekayaan kearifan lokal dari potensi pematenan
oleh pihak yang tidak berhak. Namun yang harus kita dorong adalah jangan sampai
Kementerian Hukum dan HAM mengabaikan aset publik termanfaatkan oleh
kepentingan-kepentingan berlatar belakang bisnis dari perseorangan.
”Insiden” mendoan ini menyentakkan kesadaran kita untuk
melindungi dan melestarikan elemen-elemen kearifan lokal, termasuk kekayaan
kuliner bangsa yang merupakan produk pengembaraan kreativitas sejak ratusan
tahun silam. Pemeliharaan dan pengembangannya menjadi tanggung jawab semua
pemangku kepentingan dengan pemerintah sebagai lead sector. Mendoan, misalnya,
harus ditegaskan sebagai milik masyarakat Banyumas.
Sumber : Kolom Tajuk Rencana SM Edisi Sabtu, 07 Nopember 2015
Hal 4
No comments:
Post a Comment