Tuesday, 10 November 2015

Serangan Fajar Penentu Kemenangan

Oleh S Djatmiko Hadi

MIRIS! Itulah kata yang tepat terkait fenomena menjelang pilkada pada 9 Desember 2015. Serangan fajar pembagian uang pada pagi hari menjelang pemungutan suara, diprediksi jadi penentu kemenangan calon kepala daerah.

Sebuah lembaga survei, pada Kamis (5/11/15) merilis hasil survei yang membuat siapa pun yang masih memiliki akal sehat merasa miris: masyarakat "memaklumi" praktik jual-beli suara.

Survei dilakukan pada 12-29 Oktober 2015 di 25 kecamatan di Kabupaten Lamongan dan 14 September-14 Oktober 2015 di 18 kecamatan di Kabupaten Mojokerto. Total sampel yang diambil dari dua kabupaten di Jatim itu 800 responden dengan metode multistage random sampling. Mayoritas responden menyatakan siap menerima uang apabila ditawarkan oleh kandidat atau tim kampanye kandidat.

Di Mojokerto, 68,4% responden menerima praktik politik uang, 18,8% menolak, dan 12,8% tidak tahu atau tidak menjawab. Adapun di Lamongan, 60,5% menerima praktik politik uang, 21% menolak, dan 18,5% tidak tahu atau tidak menjawab. Margin of error pada survei itu 4,9% dengan tingkat kepercayaan 95%.

Serangan fajar bahkan diprediksi tidak hanya terjadi di daerah yang calon kepala daerahnya lebih dari sepasang mengingat di daerah dengan calon tunggal pun akan terjadi. Pada Pilkada 2015, ada tiga daerah yang hanya diikuti calon tunggal, yakni Blitar Jatim, Timor Tengah Utara NTT, dan Tasikmalaya Jabar.

Prediksi ini juga diakui Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad. Dalam konferensi persnya di Jakarta, Rabu (7/10/15), ia tidak menampik adanya kemungkinan praktik politik uang di tiga daerah dengan calon tunggal itu.

Muhammad mengakui, potensi praktik politik uang dalam pilkada sangatlah tinggi, apalagi dalam sistem satu putaran. Semua kandidat mengerahkan usaha semaksimal mungkin demi meraup sebanyakbanyaknya suara. Padahal, politik uang bukan lagi suatu pelanggaran, melainkan kejahatan pemilu.

Bagaimana dengan Jateng? Fenomenanya akan setali tiga uang dengan Lamongan dan Bojonegoro. Apalagi di Semarang terjadi orang yang melaporkan dugaan praktik politik uang justru dilaporkan balik dan kemudian jadi tersangka pencemaran nama baik.

Kasus tersebut menimpa aktivis antikorupsi, Ronny Maryanto, yang dilaporkan ke polisi oleh Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra yang kemudian menjadi Wakil Ketua DPR.

Kasus tersebut bermula pada masa kampanye Pilpres 2014. Ronny melaporkan praktik politik uang yang diduga dilakukan Fadli Zon saat berkampanye di Pasar Bulu, Semarang. Namun Fadli mengklaim hanya membagikan uang kepada pengemis sebesar Rp 50 ribu.

Fadli pun melaporkan Ronny ke polisi yang kemudian menetapkan aktivis tersebut menjadi tersangka dan kini kasusnya dilimpahkan ke kejaksaan, tinggal menunggu persidangan.

Jadi Bumerang

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo semula memberikan dukungan moral kepada Ronny. Bahkan dia menyarankan Ronny melaporkan balik Fadli. Namun belakangan setelah ditelepon Fadli, sikap Ganjar berubah.

Pelaporan yang justru menjadi bumerang tersebut diyakini menyuburkan praktik politik uang di Jateng. Para aktivis atau siapa pun yang bersikap kritis akan berpikir seribu kali bila hendak melaporkan adanya dugaan praktik politik uang dalam Pilkada 2015.

Partisipasi rakyat untuk menciptakan pemilu yang bersih juga akan menurun. Apalagi ketika tidak ada dukungan moral dari penguasa atau elite-elite politik. Bahkan bagi elite politik, pelaporan praktik politik uang bisa jadi dianggap sebagai ancaman bagi mereka.

Melihat fenomena tersebut, jangan kaget bila dalam pilkada para calon kepala daerah yang terpilih adalah mereka yang memiliki modal besar. Serangan fajar akan menjadi penentu kemenangan mereka. Bagaimana dengan Pilkada Kota Semarang yang diikuti tiga pasang calon, apakah juga akan diwarnai serangan fajar? Kita berharap demokrasi tidak dikotori oleh fenomena praktik politik uang.

S Djatmiko Hadi, dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang


Sumber : Epaper SM edisi Senin, 9 November 2015 Hal 4

No comments:

Post a Comment