Wednesday 11 November 2015

Sulitnya Memberantas Hepatitis C

HEPAR atau hati merupakan organ target yag diserang oleh virus Hepatitis C. Lebih spesifik, virus hepatitis C (HCV) menyerang hepatosit dan limfosit B, sel daya tahan tubuh yang memproduksi antibodi untuk melawan virus Hepatitis C.

Hepatitis C akut maupun kronis dapat saja asimtomatis (pasien tidak menyadari gejala apapun), tetapi karier, potensial menularkan virus kepada seseorang, meski tampak sehat-sehat saja.

Penyakit ini memang bisa dihilangkan, 15 persen infeksi bisa bersih dengan sendirinya (tereliminasi) tanpa pengobatan. Sekitar 40-80 persen dapat tereliminasi dengan terapi obat-obatan farmakalogis antivirus, sehingga terjauhkan dari komplikasi sirosis dan kanker hati (karsinoma hepatoselular) yang menjadi penyebab penting kematian pada pasien Hepatitis C kronis.

Terapi saat ini, berupa kombinasi antara interferon dengan preparat antivirus (ribavirin, boceprevir, teleprevir, atau simeprevir) dengan respons keberhasilan yang bervariasi. Terapi peginterferon dengan ribavirin merupakan standar tetap (gold standard) untuk terapi infeksi HCV kronis pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Namun, Ribavirin dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal ginjal dimana laju filtrasi glomerulus di bawah 60 mililiter per menit.

Prioritaskan Pencegahan

Akses terapi farmakologis membutuhkan waktu pengobatan hingga 48 minggu (hampir satu tahun). Selain, manifestasi efek samping obat semakin signifikan seiring dengan perjalanan masa pengobatan, juga tingginya beban biaya pengobatan. Karena itu, upaya pencegahan mendapat tempat yang penting dalam pengendalian penularan virus hepatitis C.

Seperti pada penularan (human immunodeficiency virus (HIV) dan virus Hepatitis B, HCV tidak menular lewat kontak tubuh berupa berjabat tangan, penggunaan secara bersama-sama alat makan atau peralatan masak, dan gigitan nyamuk.

Menular lewat luka pada kulit saat kecelakaan lalu lintas. Virus dapat bertahan hidup di alam terbuka selama 16 hari pada suhu lingkungan 25 derajat celcius, dan dua hari pada suhu 37 derajat celcius. Bahkan dapat bertahan selama 6 minggu pada suhu 4 derajat celcius atau kurang. Namun dengan pemanasan hingga suhu 70 derajat celcius saja, virus Hepatitis C sudah mengalami inaktivasi..

Penggunaan pisau cukur, sikat gigi yang bergantian dapat menjadi media penularan virus Hepatitis C antarindividu. Sikat gigi dapat menimbulkan luka pada gusi, sehingga cairan darah dapat menempel pada sikat gigi. Begitu pula, cairan darah dapat menempel pada pisau cukur akibat luka lecet atau luka iris saat mencukup jenggot atau kumis.

Penularan virus Hepatitis C dari ibu yang terinfeksi kepada janin dalam kandungan. Dapat pula terjadi saat tindakan medis, misalnya seksio sesaria. Air susu ibu bukanlah media untuk penularan virus Hepatitis C.

Tato tradisional pada kulit meningkatkan risiko penularan virus Hepatitis C sekitar 2-3 kali, khususnya bila menggunakan peralatan tato yang tidak steril atau tinta tato yang terkontaminasi partikel virus HCV yang infektif. Juga risiko penularan dapat terjadi saat sirkumsisi dan tusuk jarum (akupunktur).

Meskipun transmisi HCV lewat hubungan intim tergolong sangat rendah, tetap dianjurkan hubungan intim yang aman dan batasi pasangan seksual. Infeksi HIV merampas daya tahan tubuh, sehingga HCV dpat berkembang biak leluasa tatkala terinfeksi HCV akut.

Menghindari penggunaan narkoba suntik, dapat menurunkan risiko transmisi virus Hepatitis C hingga 75 persen. Pada kasus Hepatitis C kronis, penderita harus menghindari alkohol dan obat-obatan yang dapat menimbulkan kerusakan pada organ hepar.

Aktivitas fisik tidak perlu dibatasi pada pasien terinfeksi HCV akut atau pun kronis. Tidak perlu istirahat total di tempat tidur (bedrest). Sebagian besar pasien kembali bekerja atau beraktivitas normal setelah gejala ikterus sirna, meskipun fungsi liver belum normal.

Selera makan cenderung menurun saat terserang infeksi HCV, tetapi selera makan biasanya pulih beberapa hari setelah infeksi mereda. Mengonsumsi hidangan dengan diet seimbang memperbaiki status gizi penderita, sehingga suplemen vitamin tidak diperlukan.

Penggunaan obat kortikosteroid dapat meningkatkan laju perkembangbiakan (replikasi) virus Hepatitis C, sehingga kadar RNA HCV dapat meningkat 100 kali dibanding sebelum pemberian kortikosteroid.
Terakhir namun penting, adalah menjaga kesehatan organ ginjal, sehingga terjauhkan dari kemungkinan penyakit ginjal kronis yang memerlukan terapi hemodialisis. Dengan menjaga daya tahan tubuh, meskipun terinfeksi virus Hepatitis C, maka tubuh memiliki kemampuan untuk mengeliminasi virus tersebut sehingga tidak menutup kemungkinan kesembuhan spontan diraih.

F Suryadjaja, dari berbagai sumber-

Sumber : Epapar SM Edisi Rabu, 11 November 2015 Hal 23

No comments:

Post a Comment