Saturday, 7 November 2015

Urgensi Pendidikan Kearifan Lokal

Oleh Yuniarti

Abad ke-21 sangat kental dengan nuansa globalisasi. Arus globalisasi yang begitu deras saat ini dikhawatirkan dapat menggerus kearifan lokal Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan yang diberikan kepada siswa pada abad ke-21 harus sangat kontekstual, baik dari segi ruang maupun waktu.

Kontekstualitas dalam pendidikan dapat diimplementasikan dengan cara mendidik siswa kearifan lokal, sesuai dengan potensi yang ada di masing-masing wilayah. Pasalnya, setiap wilayah memiliki karakteristik masingmasing, baik dari segi alam maupun sosial. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan di daerah yang satu dengan di daerah lain pasti berbeda

Berikutnya, pada abad 21 ini proyeksi jumlah penduduk usia produktif di Indonesia akan berjumlah sekitar dua kali lipat dari jumlah penduduk usia nonproduktif tahun 2020-2030. Fakta itu bisa menjadi peluang emas atau malah sebaliknya dapat menjadi ancaman serius bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Itulah yang disebut dengan bonus demografi.

Bonus demografi bisa menjadi peluang emas jika sumber daya manusia (SDM) usia produktif berkualitas baik, seperti mampu berdaya saing dengan warga negara lain serta memiliki karakter rohani yang bagus, sehingga SDM Indonesia berdaya guna bagi Indonesia sendiri maupun negaranegara lain.

Sebaliknya, bonus demografi dapat menjadi ancaman serius apabila SDM usia produktif berkualitas buruk, seperti tidak memiliki nilai jual yang menggiurkan di mata dunia serta memiliki karakter rohani yang buruk, sehingga SDM Indonesia kalah kualitasnya dibandingkan dengan SDM dari negaranegara lain serta merusak moralitas kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Itulah yang menjadi tantangan bagi para pendidik dalam mentransformasi siswanya untuk menjadi generasi penerus bangsa Indonesia yang berkualitas pada abad 21 ini.

Bagaimana langkahnya agar guru dapat mendidik kearifan lokal kepada siswa sehingga pada kemudian hari anakanak didik kita menjadi ”bonus demografi” yang memajuan bangsa dan negara Indonesia, khususnya dalam pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)? Bapak/Ibu guru pertama-tama perlu membaca kondisi alam, perekonomian, dan kehidupan sosial masyarakat yang tumbuh di wilayah tempat Bapak/Ibu guru mengajar.

Contohnya, wilayah tempat Bapak/Ibu guru mengajar (wilayah A) kondisi alamnya sangat potensial dengan sumber daya garam dan perikanan, perekonomian warganya dibangun dengan usaha tambak garam dan perikanan, serta kehidupan sosial warganya sangat terbuka terhadap masyarakat luar.

Garam Beryodium
Berkaca dari kondisi alam, perekonomian, dan kehidupan sosial masyarakat di wilayah A tersebut, siswa perlu dididik mengenai pentingnya garam beryodium serta manfaat ekonomis dari pengolahan ikan, udang, cumicumi, dan sejenisnya sebelum dijual kepada konsumen.

Mendidik siswa mengenai hal itu mungkin terlihat kurang begitu bermanfaat bagi siswa maupun masyarakat wilayah A. Namun dampaknya akan sangat bermanfaat apabila di kemudian hari mereka menjadi penyuluh masyarakat wilayah Amengenai pentingnya mengolah garam mentah menjadi garam beryodium serta mengolah hasil tangkapan ikan, udang, cumicumi, dan sejenisnya sebelum dijual kepada konsumen.

Apabila penyuluhan tersebut berhasil, maka di satu sisi kehidupan perekonomian masyarakat wilayah Aakan tetap berjalan sesuai dengan potensi yang dimiliki wilayah A, di sisi lain nilai jual produk usahanya mengalami peningkatan karena nilai jual barang mentah lebih rendah daripada barang hasil pengolahan. Seandainya nilai jual produk usaha masyarakat wilayah Amengalami peningkatan, maka otomatis keuntungan ekonomi yang diraih akan mengalami peningkatan pula, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat wilayah A. Di situ lah letak pentingnya pendidikan kearifan lokal dalam pendidikan formal.(34)

Yuniarti, SPd, guru SMP Negeri 1 Jatibarang, Kab. Brebes.

Sumber : Epapar SM Edisi Sabtu, 07 November 2015 Hal 23 (Suara Guru)

No comments:

Post a Comment