Oleh Yuniarti
Abad ke-21 sangat kental dengan nuansa globalisasi. Arus
globalisasi yang begitu deras saat ini dikhawatirkan dapat menggerus kearifan
lokal Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan yang diberikan kepada siswa pada
abad ke-21 harus sangat kontekstual, baik dari segi ruang maupun waktu.
Kontekstualitas dalam pendidikan dapat diimplementasikan
dengan cara mendidik siswa kearifan lokal, sesuai dengan potensi yang ada di
masing-masing wilayah. Pasalnya, setiap wilayah memiliki karakteristik
masingmasing, baik dari segi alam maupun sosial. Oleh karena itu, pelaksanaan
pendidikan di daerah yang satu dengan di daerah lain pasti berbeda
Berikutnya, pada abad 21 ini proyeksi jumlah penduduk usia
produktif di Indonesia akan berjumlah sekitar dua kali lipat dari jumlah
penduduk usia nonproduktif tahun 2020-2030. Fakta itu bisa menjadi peluang emas
atau malah sebaliknya dapat menjadi ancaman serius bagi kemajuan bangsa dan
negara Indonesia. Itulah yang disebut dengan bonus demografi.
Bonus demografi bisa menjadi peluang emas jika sumber daya
manusia (SDM) usia produktif berkualitas baik, seperti mampu berdaya saing
dengan warga negara lain serta memiliki karakter rohani yang bagus, sehingga
SDM Indonesia berdaya guna bagi Indonesia sendiri maupun negaranegara lain.
Sebaliknya, bonus demografi dapat menjadi ancaman serius
apabila SDM usia produktif berkualitas buruk, seperti tidak memiliki nilai jual
yang menggiurkan di mata dunia serta memiliki karakter rohani yang buruk,
sehingga SDM Indonesia kalah kualitasnya dibandingkan dengan SDM dari
negaranegara lain serta merusak moralitas kehidupan bangsa dan negara
Indonesia. Itulah yang menjadi tantangan bagi para pendidik dalam
mentransformasi siswanya untuk menjadi generasi penerus bangsa Indonesia yang
berkualitas pada abad 21 ini.
Bagaimana langkahnya agar guru dapat mendidik kearifan lokal
kepada siswa sehingga pada kemudian hari anakanak didik kita menjadi ”bonus
demografi” yang memajuan bangsa dan negara Indonesia, khususnya dalam
pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)? Bapak/Ibu guru pertama-tama
perlu membaca kondisi alam, perekonomian, dan kehidupan sosial masyarakat yang
tumbuh di wilayah tempat Bapak/Ibu guru mengajar.
Contohnya, wilayah tempat Bapak/Ibu guru mengajar (wilayah A)
kondisi alamnya sangat potensial dengan sumber daya garam dan perikanan,
perekonomian warganya dibangun dengan usaha tambak garam dan perikanan, serta
kehidupan sosial warganya sangat terbuka terhadap masyarakat luar.
Garam Beryodium
Berkaca dari kondisi alam, perekonomian, dan kehidupan sosial
masyarakat di wilayah A tersebut, siswa perlu dididik mengenai pentingnya garam
beryodium serta manfaat ekonomis dari pengolahan ikan, udang, cumicumi, dan
sejenisnya sebelum dijual kepada konsumen.
Mendidik siswa mengenai hal itu mungkin terlihat kurang
begitu bermanfaat bagi siswa maupun masyarakat wilayah A. Namun dampaknya akan
sangat bermanfaat apabila di kemudian hari mereka menjadi penyuluh masyarakat
wilayah Amengenai pentingnya mengolah garam mentah menjadi garam beryodium
serta mengolah hasil tangkapan ikan, udang, cumicumi, dan sejenisnya sebelum
dijual kepada konsumen.
Apabila penyuluhan tersebut berhasil, maka di satu sisi
kehidupan perekonomian masyarakat wilayah Aakan tetap berjalan sesuai dengan
potensi yang dimiliki wilayah A, di sisi lain nilai jual produk usahanya
mengalami peningkatan karena nilai jual barang mentah lebih rendah daripada
barang hasil pengolahan. Seandainya nilai jual produk usaha masyarakat wilayah
Amengalami peningkatan, maka otomatis keuntungan ekonomi yang diraih akan
mengalami peningkatan pula, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial
masyarakat wilayah A. Di situ lah letak pentingnya pendidikan kearifan lokal dalam
pendidikan formal.(34)
Yuniarti, SPd, guru SMP Negeri 1 Jatibarang, Kab. Brebes.
Sumber : Epapar SM Edisi Sabtu, 07 November 2015 Hal 23
(Suara Guru)
No comments:
Post a Comment