Oleh Fauziah Asri Latifah
Korupsi layaknya virus penyakit yang mudah sekali menjangkiti
manusia dan tidak pandang usia, latar belakang pendidikan, bahkan latar
belakang agama sekalipun. Gayus Tambunan, pegawai negeri yang masih golongan
IIIa mempunyai kasus yang luar biasa gilanya, bahkan hingga sekarang Gayus
masih warawiri diberitakan di media. Banyak pejabat tinggi negara yang berlatar
pendidikan tinggi juga terlibat kasus korupsi, tidak hanya itu, beberapa oknum
penegak hukum mulai dari polisi, hakim, jaksa, pegawai rumah tahanan juga tak
lepas dari kasus korupsi. Petinggi partai politik yang mempunyai latar belakang
agama yang kuat sepertinya juga tidak terhindar dari kasus korupsi.
Kasus korupsi sepertinya susah sekali dihilangkan dan
ditindak tegas di negara kita ini. Korupsi seperti sebuah sistem yang saling
kait mengait antara satu orang dengan orang lainnya. Banyak pejabat negara yang
terlibat kasus korupsi, karenanya kasus-kasus korupsi besar sulit sekali untuk
dituntaskan. Tidak hanya itu, hukuman untuk koruptor sepertinya tidak bisa
membuat para koruptor jera, bagaimana tidak korupsi ratusan miliar hukumannya
sama dengan hukuman rakyat jelata yang mencuri sandal jepit. Para koruptor juga
mudah sekali menyuap pegawai rumah tahanan untuk memberikan fasilitas mewah di
penjara. Contoh lain adalah Gayus, dapat kita lihat di berbagai media, Gayus
dengan mudah keluar masuk penjara, bahkan jalan-jalan hingga ke luar negeri.
Memutus mata rantai korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah
seperti membalikkan kedua telapak tangan. Pemberantasan kasus-kasus korupsi
juga tidak mudah dilakukan. Hal kecil yang dapat dilakukan adalah menanamkan
moral yang baik dan kuat, semangat antikorupsi, budaya disiplin dan jujur pada
generasi muda.
plin dan jujur pada generasi muda. SMA Negeri 13 Semarang
merupakan salah satu sekolah yang mempunyai komitmen yang tinggi untuk
menanamkan moral yang baik dan kuat pada peserta didiknya. Sekolah ini juga
selalu menanamkan semangat antikorupsi, kejujuran, dan kedisiplinan pada
siswa-siswi di sekolah ini. Salah satu cara yang dilakukan sekolah adalah
dengan mendirikan kantin kejujuran. Bukan tanpa perujangan yang panjang dan
berat, kantin kejujuran di sekolah ini bisa maju seperti sekarang ini.
Enam tahun yang lalu, kantin kejujuran di SMA N 13 Semarang
dirintis dibuka untuk siswa-siswinya. Pada waktu itu, kantin kejujuran menjual
berbagai makanan dan minuman yang disediakan di etalase-etalase. Siswa siswi
mengambil jajanan sendiri, membayar sendiri dengan meletakkan uang pada kotak
uang dan mengambil uang kembaliannya sendiri tanpa ada pengawasan sama sekali
dari petugas maupun dari guru bimbingan konseling. Satu tahun pertama, kantin
kejujuran mengalami kerugian, hal ini menandakan bahwa siswa siswi tidak jujur
dan tidak disiplin dalam membayar dan mengambil uang kembalian.
Pengurus kantin kejujuran yang terdiri atas guru bimbingan
konseling dan dua orang guru mata pelajaran lain kemudian mengadakan koordinasi
dan melakukan evaluasi untuk pelaksanaan kantin kejujuran. Tahun berikutnya,
guru pengurus kantin kejujuran terus memberikan pemahaman dan pengertian kepada
siswa akan pentingnya kejujuran dan memakan makanan yang halal melalui
cara-cara yang benar. Tidak hanya itu, pada setiap upacara bendera di hari
senin, pembina upacara juga selalu mengingatkan akan pentingnya kejujuran.
Sampai pada akhirnya dilakukan evaluasi kembali pada dua tahun berikutnya, dan
ternyata kantin masih mengalami kerugian yang cukup besar.
Tahun ketiga sejak berdirinya kantin kejujuran dilakukan
pergantian pengurus. Atas kesepakatan pengurus yang baru, siswa tetap mengambil
jajanan sendiri, membayar jajanan sendiri, dan mengambil uang kembaliannya
sendiri, akan tetapi ada satu orang guru pengurus kantin kejujuran, yaitu guru
bimbingan konseling berada di sekitar kantin kejujuran tersebut untuk mengamati
tingkah laku siswa saat bertransaksi di kantin kejujuran. Berdasarkan hasil
pengamatan guru bimbingan konseling tersebut, ternyata ada beberapa siswa yang
tidak jujur dalam bertransaksi. Ada kasus satu orang anak, dia membeli jajanan
dan mengambil uang kembalian tanpa dia membayar. Selama beberapa hari, guru
bimbingan konseling tersebut mengamati, dan ternyata siswa tersebut masih
melakukan hal yang sama.
Hasil pengamatan guru bimbingan konseling ternyata kurang
dari lima orang siswa yang tidak jujur dalam bertransaksi. Siswa yang tidak
jujur kemudian dipanggil ke ruang bimbingan konseling, diberikan pemahaman,
penjelasan tentang arti penting kejujuran, kedisiplinan, serta budaya
antikorupsi. Siswa yang diindikasikan tidak jujur terus dibina. Pada akhirnya,
evaluasi di tahun keempat dan sampai sekarang kantin kejujuran tidak pernah
mengalami kerugian, bahkan mempunyai untung yang cukup besar. Saldo awal
500.000 rupiah dari tahun 2012, kini sudah menjadi sekitar 7.000.000 rupiah.
Kini kantin kejujuran di SMA N 13 Semarang tidak hanya
digunakan untuk wadah membudayakan kejujuran dan semangat antikorupsi pada
siswa, tetapi juga digunakan untuk membangun jiwa kewirausahaan siswa dengan
menitipkan jajanan sehat tanpa pembungkus plastik di kantin kejujuran, seperti
donat, kue bolu, arem-arem, nasi pecel, dll. Siswa dilatih untuk berwirausaha,
mendapatkan uang dengan jerih payah sendiri dengan cara yang halal dengan tetap
peduli terhadap lingkungan karena mereka juga ikut berusaha meminimalkan sampah
plastik di sekolah.
Kejujuran, kedisiplinan, dan semangat antikorupsi dapat
dibangun sejak dini pada siswa. Siswa pada sekolah menengah mempunyai peralihan
dari masa kanak-kanaknya menuju masa remaja. Pada usia emas mereka inilah
merupakan saat yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai yang baik, dalam hal ini
nilai kejujuran, kedisiplinan, dan semangat antikorupsi, yang akan menjadi
bekalnya kelak di kemudian hari, saat mereka memasuki dunia kerja. Dengan nilai
kejujuran, kedisiplinan, dan semangat antikorupsi yang kuat yang tertanam pada
jiwanya, diharapkan mereka tidak akan mudah terpengaruh oleh pusaran lingkungan
yang korup.
Fauziah Asri Latifah SSi, MPd, guru SMA N 13 Semarang
Sumber : Epapar SM Edisi Sabtu, 07 November 2015 Hal 23
(Suara Guru)
No comments:
Post a Comment