Usulan agar ada Hari Wayang Nasional oleh Bupati Karanganyar
Juliyatmono telah dideklarasikan Sabtu (7/11). Agar usulan lebih bergaung, Ki
Manteb Soedharsono dan Ki Enthus Susmono pun didaulat memainkan lakon Abimanyu
Krida Brata. Tak hanya itu, digelar juga pertunjukan wayang 30 jam nonsetop
melibatkan 10 dalang di Taman Budaya Surakarta.
Apa yang sesungguhnya melatari pengusulan itu? Dalam versi Juliyatmono,
rupa-rupanya bukan sekadar agar negara turut melestarikan budaya tradisional
itu. Jika sudah ada Hari Wayang Nasional, menurut Bupati, akan ada payung hukum
yang memungkinkan negara memberikan anggaran ke dearah-daerah untuk menggelar
pertunjukan wayang.
Apakah rakyat sudah tidak mampu menjadi salah satu penghidup
pergelaran wayang? Apakah jika negara tidak campur tangan mendanai pergelaran,
wayang tidak bisa lagi dimainkan? Jika wayang benar-benar mati bila tidak ada
campur tangan negara, maka pencanangan ”Hari Wayang Nasional” bukanlah obat
mujarab. Ancaman kepunahan hanya bisa dihindari justru ketika masyarakat masih
mau mendukung wayang.
Masyarakat justru jangan hanya didesain sebagai penonton.
Dalam masyarakat komoditas, penonton sebaiknya dikondisikan untuk menjadi
pembeli dan produsen pertunjukan. Wayang bisa dijual, wayang bisa dibeli.
Dalang bisa menjadi kreator yang terus-menerus memberikan tontonan kepada
masyarakat karena mereka hidup dalam pasar pertunjukan yang kompetitif.
Tentu saja pemerintah masih boleh mendanai pertunjukan wayang
dan memberikan tontonan itu secara gratis kepada rakyat. Akan tetapi yang lebih
penting dari itu, justru memotivasi rakyat untuk menjadi pilar penghidup
pertunjukan wayang. Mendidik rakyat bertanggung jawab atas kehidupan wayang
lebih baik ketimbang hanya meminta sebagai penonton pasif.
Jadi, masih perlukah usulan ”Hari Wayang Nasional”? Masih.
Jika perlu setiap hari kita jadikan sebagai ”Hari Wayang Nasional”. Tujuannya
saja yang harus diubah. Jangan sekadar mengharapkan anggaran dari negara. Akan
lebih baik justru menyadarkan publik betapa tanpa dukungan mereka, dalang,
wayang, dan nilai-nilai penting kebudayaan Jawa akan lebih gampang sirna.
Sumber : Epaper SM edisi Senin, 9 November 2015 Hal 4
No comments:
Post a Comment