Penghargaan kepada Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo dan
mantan wali kota Surabaya Tri Rismaharini dari Bung Hatta Anticorruption Award
menegaskan perlawanan terhadap korupsi tidak akan mati. Kendati serangan,
penggembosan, dan penggerogotan terhadap para penggerak antikorupsi pada
berbagai sisi dan bentuk semakin ganas, Yoyok dan Risma menjadi teladan.
Keduanya tidak gentar dan terus berjalan sesuai track di sektor birokrasi
pemerintah dan layanan kepada publik.
Setidaknya dua sosok tersebut mengetengahkan ajaran bahwa
anggaran negara bisa diterjemahkan secara sungguh-sungguh untuk kepentingan
masyarakat luas. Selama ini kita dipertontonkan secara masif lewat pemberitaan banyaknya
elite pemerintahan bermain-main dalam penyusunan anggaran. Banyak kepala daerah
tertangkap operasi tangkap tangan penegak hukum, terjerat sangkaan suap dan
korupsi, hingga meringkuk di tahanan karena terbukti merampas duit rakyat.
Yoyok yang masih menjabat bupati hingga 1,5 tahun ke depan,
bukannya tanpa tantangan ketika membuat kebijakan transparansi APBD Batang. Dia
mendirikan Unit Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (UPKP2). Lembaga tersebut
diposisikan sebagai tempat pengaduan terhadap berbagai keluhan layanan
birokrasi. Ini langkah terobosan berani bupati, di tengah terstrukturnya
gangguan terhadap kepala daerah. Tak pelak pembentukan lembaga tersebut pada
awalnya mendapat tentangan dari internal birokrasi.
Transparansi pengelolaan dana publik juga dicetuskan lewat
Festival Anggaran. Publik secara gamblang bisa memelototi rincian anggaran atau
bukabukaan mengenai APBD Batang. Dirjen Pengembangan Keuangan Kementerian
Keuangan menyebut hal itu sebagai ide gila karena baru Batang yang berani menjalankan.
Jamaknya, buku APBD dijauhkan dari sorotan publik. Bahkan terdapat nomenklatur
khusus yang dititipkan dalam berbagai pos SKPD, yang ’’pada saat tepat’’ akan
ditagih oleh segelintir elite.
Begitu pula Risma yang lompatannya luar biasa dengan menerapkan
sistem elektronik dalam e-procurement (pembelian), e-budgeting (penganggaran),
dan e-government (pemerintahan). Keterbukaan dalam berbagai lini birokrasi
sebagai upaya pencegahan praktik korupsi di instansi pemerintah. Hasilnya,
sistem berbasis dalam jaringan (online) itu membuat Pemkot Surabaya menghemat
Rp 800 miliar setiap tahun. Gamblangnya, sistem ini akan menghindarkan
pertemuan tatap muka sehingga mengikis potensi kongkalikong.
Munculnya dua sosok pimpinan dari daerah patut dicatat
sebagai agen struktural dalam pemberantasan praktik korupsi. Lompatan kebijakan
itulah yang bisa ditularkan dan diadopsi oleh kepala daerah yang lain. Tidak
perlu malu meniru kebijakan positif daripada mengikuti arus lalu terjerat kasus
pada kemudian hari. Pengambil kebijakan di daerah bisa memberikan keteladanan
perjuangan melawan praktik-praktik korupsi dan melakukan perubahan, dengan
berbagai upaya pencegahan.
Tajuk Rencana Edisi Jum’at, 6 Nopember 2015
No comments:
Post a Comment