Friday, 17 October 2014

Bahaya Jajanan Anak Sekolah

Oleh Nur Rakhmat
Keekstreman cuaca berkait kemarau panjang, ditambah makin bervariasinya jajanan anak dan makin padatnya jadwal kegiatan siswa di sekolah, mendorong mereka mengambil jalan pintas dengan jajan sembarangan. Tidak berlebihan bila ada anggapan mereka tidak lagi memperhatikan kebersihan, kesehatan, dan higienitas jajanan yang dikonsumsi. Padahal, sekitar 20% jajanan anak SD tidak memenuhi syarat, sebagaimana dikatakan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Roy A Saparringa (Kompas, 9/1/14). Jajanan anak SD seperti bakso, cimol, siomay, minuman jelly dan sebagainya disinyalir banyak mengandung zat pengawet berbahaya seperti boraks, pewarna pakaian, dan formalin.
Selain itu, lingkungan kotor, berdebu, dan tidak terjaminnya kebersihan alat masak pada jajanan anak sekolah, ikut menyumbang kurang ramahnya makanan dan minuman itu bagi siswa. Padahal mereka sangat butuh asupan gizi seimbang untuk mendukung perkembangan fisik dan mentalnya. Terlebih usia SD masih dalam periode usia emas.
Dalam periode itu, mereka butuh makanan yang mengandung karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein tinggi, dan sebagainya untuk meningkatkan kecerdasan dan perkembangan otak. Semua itu mustahil didapat dari jajanan yang tidak sehat. Oleh karena itu, usaha untuk menghindari terjadinya gizi buruk atau malnutrisi sangatlah urgen dilakukan.
BPOM telah menetapkan kriteria layak tidaknya jajanan anak. Yang tidak layak antara lain makanan atau minuman itu mengandung bahan berbahaya, terkontaminasi logam berat, dan tidak terjamin higienitasnya. Dari kategori itu, kita bisa mengambil langkah konkret guna mengurangi, bahkan menghindari dampak buruk.
Ada beberapa langkah mencegah meningkatnya konsumsi jajanan anak. Pertama; sekolah bisa memahamkan anak akan pentingnya pola empat sehat lima sempurna lewat cara menarik, semisal melalui permainan kuis. Selain itu, rutin mengagendakan progam pemberian makanan tambahan. Bisa juga memaksimalkan peran dokter kecil untuk mengedukasi dan mengajak temannya akan pentingnya mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang. Tentunya bimbingan dan arahan guru sangat dibutuhkan oleh dokter kecil dalam menjalankan kegiatan tersebut. Sekolah juga bisa mencanangkan gerakan kantin sehat.
Konsep Bento
Kedua; orang tua mengedukasi anak lewat pendekatan personal untuk selalu menjaga makanan yang dikonsumsi anak di sekolah. Termasuk kesediaan orang tua membawakan anak bekal makanan. Supaya lebih menarik, orang tua bisa membuat bekal dengan meniru konsep Bento dari Jepang.
Caranya, membentuk bekal anak menjadi berbagai bentuk dan karakter lucu sehingga menarik siswa membawa bekal dari rumah dan tidak jajan sembarangan. Kemudian, membiasakan anak sarapan sebelum berangkat sekolah. Namun menu itu juga perlu memperhatikan kandungan gizi.
Ketiga; penyedia menyesuaikan jajanan dengan usia anak. Hindari menjual jajanan yang mengandung pengawet atau gula secara berlebiham dan pemanis buatan. Pasalnya, gula berlebihan selain menyebabkan obesitas, dapat membuat anak cepat lelah dan mudah mengantuk, cepat marah dan mudah tersinggung.  Karena itu, penyedia jajanan seolah, terutama kantin, harus menyediakan makanan bergizi dan menyehatkan.
Selain berperan optimal dalam proses tumbuh kembang anak, penyedia jajanan sekolah juga membantu membentuk generasi cerdas dan sehat, dengan memasarkan makanan sehat dan mengandung gizi seimbang.
Kedisiplinan dan komitmen semua pihak untuk membiasakan siswa memperhatikan jajanan berperan penting dalam membantu proses tumbuh kembang anak. Fase emas pertumbuhan dan perkembangan anak tak akan terulang. Jangan sampai hanya demi keuntungan ”recehan” dan dalih kepraktisan, kita mengorbankan fase emas tumbuh kembang karena kelak semua rugi. (10)
— Nur Rakhmat SPd, guru SDN Gisikdrono 2 Semarang Barat Kota Semarang

Sumber : epaper SM hal 7 edisi Sabtu, 11 Oktober 2014

No comments:

Post a Comment