Wednesday, 8 October 2014

Defek Organ Jantung akibat Infeksi Rubela

Oleh : F Suryadjaja*
Diagnosis rubela tidak jarang terlewatkan tatkala muncul kelainan kulit berupa ruam kemerahan yang mirip ruam campak pada ibu hamil. Padahal sewaktu usia anak telah  divaksinasi campak. Pada sisi lain, infeksi rubela saat hamil merupakan salah satu penyebab terpenting ketidaksempurnaan pembentukan organ jantung pada janin.
RUBELA atau campak jerman, disebut juga penyakit ruam 3 hari. Pasalnya, penyakit campak jerman (German measles) merupakan penyakit yang manifestasi klinisnya dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan dalam waktu 3 hari. Sekilas bukan kasus yang perlu mendapat perhatian serius, padahal sesungguhnya penyakit infeksi rubela merupakan salah penyebab penting sindrom rubela kongenital. Sindrom ini memiliki spektrum kecacatan fisik yang luas pada organ tubuh yang berdampak pada gangguan fungsi organ pada masa janin hingga kelak usia dewasa.
Rubela termasuk virus RNA yang dapat menembus plasenta dan menginfeksi janin serta menimbulkan apoptosis atau kematian sel sehingga potensial mengganggu organogenesis (pembentukan organ tubuh) janin dalam kandungan. Tingkat keparahan kecacatan organ tubuh janin akibat ketidaksempurnaan organogenesis semakin signifikan bila infeksi rubela melanda pada usia kehamilan trimester pertama, khususnya pada minggu ke-4 hingga ke-8 usia kehamilan. Pasalnya pada periode ini merupakan periode dominan organogenesis.
Virus rubela menginvasi dan menimbulkan kerusakan sel lapisan mesodermal embrio yang merupakan cikal bakal untuk organogenesis sebagian besar organ tubuh manusia, termasuk jantung, katub jantung dan pembuluh darah. Jantung dan pembuluh darah terbentuk pada minggu ke-4 hingga akhir minggu ke-5 kehamilan. Karena itu, virus rubela tergolong sebagai teratogen. Secara singkat, teratogen adalah penyebab defek atau ketidaksempurnaan perkembangan fetus. Tidak hanya obat talidomid saja, teratogen dapat berupa virus, bakteri, dan polutan lingkungan.
Belum Efisien
Lantaran imunoglobulin G (IgG) rubela dari ibu tidak ditransfer secara efisien pada trimester pertama, maka kadar IgG rubela pada janin sekitar 5-10 persen dari kadar IgG dalam darah ibu. Dengan kadar IgG rubela yang tidak memadai, maka logis janin tidak terproteksi dari infeksi virus rubela lewat plasenta pada trimester pertama kehamilan. Sebaliknya, IgG rubela dari ibu baru memberikan perlindungan optimal kepada organ tubuh janin pada trimester kedua dan ketiga, lantaran efisiensi transfer IgG rubela telah berlangsung sempurna.
Infeksi virus yang dapat melewati plasenta selama kehidupan janin dapat memicu malformasi atau defek organ tubuh yang bersifat kongenital. Ketidaksempurnaan organogenesis terkait infeksi virus rubela semasa hamil disebut sindrom rubela kongenital. Risiko terkena sindrom rubela kongenital adalah 90 persen kasus infeksi rubela pada trimester pertama. Bila terkena infeksi rubela pada trimester kedua, maka risiko kemungkinan terkena 20 persen. Namun, praktis nihil pada trimester ketiga kehamilan.
Infeksi rubela parah mempunyai risiko kematian janin di dalam rahim, abortus spontan, dan kecacatan kongenital dari sejumlah organ tubuh. Kecacatan pada sindrom rubela kongenital dapat berupa ketulian, katarak kongenital, mikroftalmia, glaukoma kongenital, mikrosefali, meningoensefalitis, keterbelakangan mental, purpura, hepatosplenomegali, ikterus, dan abnormalitas tulang.
Anomali atau kelainan jantung bawaan yang terkait dengan infeksi rubela adalah patent ductus arteriosus, defek septum atrium atau ventrikel jantung, stenosis arteri pulmonalis, tetralogi Fallot, stenosis katub aorta, koarktasio aorta, dan atresia trikuspid.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan paling tidak 236.000 kasus sindrom rubela kongenital terjadi setiap tahun di negara berkembang dan dapat meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi epidemi. Epidemi tahun 1964-1965 di Amerika Serikat menimbulkan 12,5 juta kasus rubela, dengan mengakibatkan 2100 kematian neonatus, 2000 kasus ensefalitis, 11.250 abortus, 11.600 kasus ketulian, 3.580 kebutaan, 1.800 retardasi mental, dan ratusan kasus defek organ jantung.
Menginfeksi Langsung Kajian epidemiologi tahun 1940, tatkala wabah rubela di New South Wales, Australia, menunjukkan insidensi patent ductus arteriosus (PDA) pada ibu hamil yang terinfeksi rubela (maternal rubella) mencapai 88 kali dari insidensi PDA pada populasi ibu hamil yang tidak terinfeksi rubela. Sedangkan defek jantung kongenital lainnya, selain PDA, sekitar 11 kali dari populasi normal. Karenanya, infeksi rubela dikategorikan sebagai penyebab PDA yang penting. Untuk defek jantung kongenital lainnya, peran infeksi rubela lebih sebagai pendongkrak insidensi.
Sementara itu, studi epidemiologi yang dilakukan oleh Douglas Stuckey, dari 426 pasien usia 3 bulan - 15 tahun dengan kelainan kongenital jantung, 44 di antaranya lahir dari ibu dengan riwayat infeksi rubela saat hamil. Kelainan suara jantung (murmur) ditemukan pada 17 kasus, patent ductus arteriosus 13 kasus, defek septum ventrikel 4 kasus, defek septum atrial 3 kasus, tetralogi Fallot 2 kasus, dan stenosis katub arteri pulmonalis, stenosis katub aorta, koarktasio aorta, kompleks Eisenmerger, transposisi arteri besar masingmasing satu kasus. PDA sangat dominan pada bayi wanita.
Virus rubela menginvasi organ jantung secara langsung, sehingga menimbulkan konsekuensi perubahan struktur dan fungsi organ jantung. Otot jantung atau miokardium merupakan salah satu sasaran tersering dari serangan virus rubela, sehingga dapat menyebabkan kelainan struktur maupun fungsi otot jantung. Padahal, otot jantung merupakan elemen organ jantung yang terkait langsung dengan kelangsungan fungsi normal seluruh organ tubuh. Dengan kekuatan kontraksi yang ritmis, organ jantung berperan dalam menyuplai darah dan nutrien ke berbagai organ tubuh.
Virus rubela menyusup ke dalam serat otot jantung untuk memperbanyak diri, baik pada masa kehidupan janin maupun bayi. Kehadiran virus rubela dalam otot jantung menyebabkan serabut otot jantung mengalami peradangan (miokarditis), lisis, nekrosis, dan edema. Miokarditis yang bersifat fokal akan menyebabkan iritabilitas pada atrium atau ventrikel, aritmia jantung, bahkan gagal jantung. Dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat menyebabkan insufisiensi katub jantung, baik katub mitral maupun trikuspid.(11).
*F Suryadjaja, dokter pada Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali

Sumber : epaper SM Rubrik Kesehatan hal 19 edisi Rabu, 1 Oktober 2014 

No comments:

Post a Comment