Monday, 20 October 2014

Tantangan Poros Maritim Jokowi

Munawir Aziz
KEPEMIMPINAN Jokowi-Jusuf Kalla (JK) ditantang untuk mengeksekusi kebijakan tentang maritim. Keduanya mengusung konsep Indonesia sebagai poros maritim dunia, untuk merevitalisasi kekuatan sektor bahari. Konsep maritim merupakan rumusan mendasar untuk kembali menguatkan kita adalah bangsa bahari, yang tidak hanya mengandalkan sektor darat tapi juga mengefektifkan potensi ekonomi dan pertahanan dari sektor kelautan.
Diapit dua perairan strategis: Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik, Indonesia berpotensi menjadi jembatan ekonomi dan pertahanan dunia. Indonesia juga dikaruniai potensi alam luar biasa, dengan eksotisme dan keberagaman sumber daya laut. Luas laut Indonesia sekitar 5,8 juta km2, terdiri atas 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan pedalaman dan kepulauan, dan 2,7 juta km2 zona ekonomi eksklusif (ZEE).
Sesungguhnya, visi maritim Indonesia dimulai sejak pemerintahan Soekarno. Presiden pertama itu berujar,’’ untuk menjadi bangsa yang kuat, kita harus menjadi bangsa bahari.’’(Kusumoprojo, 2007). Cita-cita maritim Soekarno menjadi fokus idealisme negeri ini bahwa untuk mewujudkan bangsa yang kuat, tidak hanya dari sektor darat tapi juga dari potensi kelautan.
Pada era Soeharto, kebijakan kelautan bukan prioritas utama mengingat tulang punggung ekonomi Orde Baru ditumpukan pada sektor pertanian dan pertambangan. Ketika Gus Dur menjadi presiden, pada masa reformasi, ia kembali mengusung visi maritim bangsa ini. Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Laut yang kemudian berubah menjadi Departemen Eksplorasi Kelautan dan Perikanan.
Departemen ini, kemudian diubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Semasa menjadi presiden, Gus Dur juga membentuk Dewan Maritim Indonesia, melalui Keppres Nomor 161 Tahun 1999. Keppres ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen mengefektifkan kepemimpinan bahari.
Dari visi maritim inilah, Jokowi-JK meneruskan lewat platform poros maritim dunia. Visi poros maritim dunia menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Jokowi-JK mendatang, selain persoalan mendasar bidang energi. Data dari FAO (2012) menyebutkan bahwa Indonesia saat ini menempati posisi ketiga terbesar produksi perikanan, di bawah Tiongkok dan India. Konsep restorasi maritim Indonesia mendasarkan upaya mengefektifkan sumber daya ekonomi dari laut kita.
Potensi ekonomi laut masih belum maksimal karena pemerintah tidak terlalu serius menggarap sektor ini. Akibatnya, pencurian ikan oleh nelayan asing merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan potensi kehilangan dari sektor perikanan laut mencapai Rp 65 triliun tiap tahun. Adapun audit BPK 2012 menyebutkan bahwa sekitar Rp 365 triliun merupakan pendapatan resmi andai pemerintah bisa menghentikan pencurian ikan. Artinya, ada sekitar Rp 300 triliun pendapatan negara yang lenyap dari perikanan laut.
Konsep Restorasi
Doktrin Indonesia sebagai poros maritim dunia, yang diusung Jokowi-JK sebagai bagian dari program kebijakan pemerintahan mendatang, merupakan upaya menjadikan Indonesia titik sentral pertahanan dan ekonomi maritim. Konsep poros maritim dunia diturunkan dalam konsep restorasi maritim. Ada empat poin yang jadi titik sentralnya, pertama; mengatasi pasar gelap ikan tuna dan pemanfaatan ZEE, kedua; memberantas pencurian ikan, ketiga; ekspansi budi daya laut, dan keempat; mengembangkan pasar padat karya sektor maritim.
Sektor ekonomi laut akan diperkuat dengan pembentukan bank agro maritim. Permodalan itu untuk menyuntik pengembangan bisnis keramba dan jaring apung, yang bisa dikembangkan hingga 400 ribu hektare. Dari sektor ini, ada potensi penghasilan sekitar Rp 147 triliun. Selain itu, intensifikasi armada laut dan pengembangan keterampilan pekerja di bidang kelautan akan mendongkrak potensi perikanan laut sebagai tulang punggung ekonomi negara.
Gagasan poros maritim Jokowi tidak hanya berhenti sebagai platform kosong tanpa makna. Konsep kebijakan revitalisasi potensi laut, ditunjang aktualisasi visi dan prioritas kebijakan untuk menggarap sektor maritim. Misalnya, gagasan menggarap tol laut untuk menjamin konektivitas antar pulau, perbaikan transportasi laut, peningkatan infrastruktur pelabuhan, upgrade industri perikanan dan perkapalan, serta gagasan tentang pertahanan maritim.
Gagasan inilah yang menjadi rumusan mendasar untuk mengartikulasikan konsep poros maritim dunia. Tentu saja hal ini terfokus pada platform kebijakan Jokowi-Jusuf Kalla dalam mengembangkan potensi sumber daya negeri ini. Kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur, diplomasi politik internasional, dan prioritas kebijakan politik merupakan instrumen utama mengeksekusi gagasan poros maritim dunia. Jika instrumen tersebut tidak terintegrasi, sebaik apa pun itu hanya pepesan kosong tanpa makna. (10)
— Munawir Aziz, peneliti, alumnus Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Sumber : epaper SM hal 6 edisi SABTU, 18 OKTOBER 2014

No comments:

Post a Comment