Munawir Aziz |
KEPEMIMPINAN Jokowi-Jusuf Kalla
(JK) ditantang untuk mengeksekusi kebijakan tentang maritim. Keduanya mengusung
konsep Indonesia sebagai poros maritim dunia, untuk merevitalisasi kekuatan
sektor bahari. Konsep maritim merupakan rumusan mendasar untuk kembali
menguatkan kita adalah bangsa bahari, yang tidak hanya mengandalkan sektor darat
tapi juga mengefektifkan potensi ekonomi dan pertahanan dari sektor kelautan.
Diapit dua perairan strategis:
Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik, Indonesia berpotensi menjadi jembatan
ekonomi dan pertahanan dunia. Indonesia juga dikaruniai potensi alam luar
biasa, dengan eksotisme dan keberagaman sumber daya laut. Luas laut Indonesia
sekitar 5,8 juta km2, terdiri atas 0,3 juta km2 perairan teritorial, 2,8 juta
km2 perairan pedalaman dan kepulauan, dan 2,7 juta km2 zona ekonomi eksklusif
(ZEE).
Sesungguhnya, visi maritim Indonesia
dimulai sejak pemerintahan Soekarno. Presiden pertama itu berujar,’’ untuk
menjadi bangsa yang kuat, kita harus menjadi bangsa bahari.’’(Kusumoprojo,
2007). Cita-cita maritim Soekarno menjadi fokus idealisme negeri ini bahwa
untuk mewujudkan bangsa yang kuat, tidak hanya dari sektor darat tapi juga dari
potensi kelautan.
Pada era Soeharto, kebijakan
kelautan bukan prioritas utama mengingat tulang punggung ekonomi Orde Baru
ditumpukan pada sektor pertanian dan pertambangan. Ketika Gus Dur menjadi presiden,
pada masa reformasi, ia kembali mengusung visi maritim bangsa ini. Gus Dur
membentuk Departemen Eksplorasi Laut yang kemudian berubah menjadi Departemen
Eksplorasi Kelautan dan Perikanan.
Departemen ini, kemudian diubah menjadi
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Semasa menjadi presiden, Gus Dur juga
membentuk Dewan Maritim Indonesia, melalui Keppres Nomor 161 Tahun 1999.
Keppres ini menunjukkan bahwa pemerintah berkomitmen mengefektifkan
kepemimpinan bahari.
Dari visi maritim inilah,
Jokowi-JK meneruskan lewat platform poros maritim dunia. Visi poros maritim
dunia menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Jokowi-JK mendatang, selain
persoalan mendasar bidang energi. Data dari FAO (2012) menyebutkan bahwa
Indonesia saat ini menempati posisi ketiga terbesar produksi perikanan, di
bawah Tiongkok dan India. Konsep restorasi maritim Indonesia mendasarkan upaya
mengefektifkan sumber daya ekonomi dari laut kita.
Potensi ekonomi laut masih belum
maksimal karena pemerintah tidak terlalu serius menggarap sektor ini. Akibatnya,
pencurian ikan oleh nelayan asing merugikan negara hingga ratusan triliun
rupiah. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkapkan potensi kehilangan
dari sektor perikanan laut mencapai Rp 65 triliun tiap tahun. Adapun audit BPK
2012 menyebutkan bahwa sekitar Rp 365 triliun merupakan pendapatan resmi andai
pemerintah bisa menghentikan pencurian ikan. Artinya, ada sekitar Rp 300
triliun pendapatan negara yang lenyap dari perikanan laut.
Konsep Restorasi
Doktrin Indonesia sebagai poros
maritim dunia, yang diusung Jokowi-JK sebagai bagian dari program kebijakan
pemerintahan mendatang, merupakan upaya menjadikan Indonesia titik sentral
pertahanan dan ekonomi maritim. Konsep poros maritim dunia diturunkan dalam
konsep restorasi maritim. Ada empat poin yang jadi titik sentralnya, pertama;
mengatasi pasar gelap ikan tuna dan pemanfaatan ZEE, kedua; memberantas
pencurian ikan, ketiga; ekspansi budi daya laut, dan keempat; mengembangkan
pasar padat karya sektor maritim.
Sektor ekonomi laut akan
diperkuat dengan pembentukan bank agro maritim. Permodalan itu untuk menyuntik
pengembangan bisnis keramba dan jaring apung, yang bisa dikembangkan hingga 400
ribu hektare. Dari sektor ini, ada potensi penghasilan sekitar Rp 147 triliun.
Selain itu, intensifikasi armada laut dan pengembangan keterampilan pekerja di
bidang kelautan akan mendongkrak potensi perikanan laut sebagai tulang punggung
ekonomi negara.
Gagasan poros maritim Jokowi
tidak hanya berhenti sebagai platform kosong tanpa makna. Konsep kebijakan
revitalisasi potensi laut, ditunjang aktualisasi visi dan prioritas kebijakan
untuk menggarap sektor maritim. Misalnya, gagasan menggarap tol laut untuk
menjamin konektivitas antar pulau, perbaikan transportasi laut, peningkatan
infrastruktur pelabuhan, upgrade industri perikanan dan perkapalan, serta
gagasan tentang pertahanan maritim.
Gagasan inilah yang menjadi
rumusan mendasar untuk mengartikulasikan konsep poros maritim dunia. Tentu saja
hal ini terfokus pada platform kebijakan Jokowi-Jusuf Kalla dalam mengembangkan
potensi sumber daya negeri ini. Kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur,
diplomasi politik internasional, dan prioritas kebijakan politik merupakan
instrumen utama mengeksekusi gagasan poros maritim dunia. Jika instrumen
tersebut tidak terintegrasi, sebaik apa pun itu hanya pepesan kosong tanpa
makna. (10)
— Munawir Aziz, peneliti, alumnus
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Sumber : epaper SM hal 6 edisi SABTU,
18 OKTOBER 2014
No comments:
Post a Comment