Berdasarkan survei angkatan kerja
nasional tahun 2013, ada 421 ribu sarjana yang tidak terserap di dunia kerja.
Jumlah ini merupakan 5,8 % dari total pengangguran Indonesia yang mencapai 7,17
juta jiwa. Pernyataan tersebut dikemukakan Kepala Pendukung Operasi Wilayah II
BCA Hanna W Handoyo (Suara Merdeka, 6 Oktober 2014).
Pertanyaan menggelitik muncul
dari penulis, mengapa banyak sarjana yang tidak mendapatkan tempat dalam kerja?
Apakah tidak ada lowongan kerja, sedangkan lowongan kerja di koran, di dunia maya
selalu penuh, bahkan di koran kadang sampai dimuat tiga halaman?
Chief Manager Learning and Devolepment
Division BCA Hendra Tanumihardja dalam seminar ''Persiapan Menghadapi Dunia Kerja
dan Komunikasi Efektif'' di Gedung Widya Puraya Undip, belum lama ini,
berpendapat, faktor penyebabnya adalah masih banyak mahasiswa yang sudah masuk
dunia kerja akan tetapi belum sepenuhnya siap dan memiliki bekal pengetahuan
yang cukup.
Menurut penulis, memang di lapangan
banyak lulusan sarjana yang bekerja tidak ada kesesuaian antara lulusan dengan
kebutuhan pekerjaan. Pada prinsipnya, dalam kerja harus ada skill yang baik,
visioner, dan berkompeten dalam bidangnya. Permasalahan ini terbukti ketika
penulis mengantarkan dan mengawal adik yang alumnus dari Akademi Teknologi
Kulit mengikuti seleksi untuk menjadi karyawan di sebuah perusahaan sepatu di
Malang. Semua yang mendaftar menjadi karyawan harus bisa membuat sepatu
langsung di hadapan manajer HRD dengan pola yang sudah disiapkan, beserta alat-alat
pembuat sepatu, dengan waktu yang sudah ditentukan.
Tentu dengan seleksi ini, yang
tidak punya kemampuan pasti akan gugur dengan sendirinya, karena semua
transparan dalam perekrutan karyawan. Perusahaan tidak ingin merekrut karyawan
seperti memilih kucing dalam karung.
Jangan Hanya Kuliah
Di semua tempat kerja, yang dibutuhkan
adalah teknisi bukan akademisi, namun banyak mahasiswa yang lupa diri ketika
kuliah. Kegiatan harian mahasiswa hanya kos, kuliah, dan mengejar indeks prestasi
yang tinggi, dengan meninggalkan kemampuan sosial dan emosional.
Penulis ingat ketika masih kuliah
mendapatkan pesan motivasi dari seorang dosen yang sekarang sudah bergelar
profesor, dengan sebuah nasihat: ''Mahasiswa yang hanya kuliah dan kos seperti
perempuan mandul''. Sungguh motivasi yang sangat menyengat dan memberi
semangat. Nasihat ini memberikan pembelajaran, ketika menjadi mahasiswa jangan
hanya kuliah dan mengejar indeks prestasi tinggi saja, akan tetapi harus bergulat
dalam organisasi di kampus dan masyarakat, sehingga akan cerdas intelektual dan
emosional.
Dengan kecerdasan emosi yang tinggi
akan menjadikan mahasiswa luas wawasan dan menjaring pertemanan yang banyak.
Ketika sudah lulus menjadi sarjana, jauhkan dari sikap selektif yang tinggi dalam
mencari kerja dan rasa malu ketika bekerja yang tidak sederajat sarjana karena
akan menambah deretan pengangguran.
Mari, seluruh sarjana yang baru dan
lama yang mungkin belum mendapatkan kerja, samakan pola pikir tidak hanya
menunggu lowongan pekerjaan akan tetapi menciptakan lowongan pekerjaan di
seluruh Indonesia. Bagi seluruh perguruan tinggi, bangkitkan jiwa-jiwa
kewirausahaan, sehingga setelah mahasiswa lulus tidak bermental buruh akan
tetapi bermental juragan yang siap membuat tempat-tempat kerja di seluruh negeri
ini.
Ahmad Riyatno, SAg, MPdI
Trainer Bina Hati Ikhlas Beramal
(BHIB) MAN 2 Bangetayu Semarang
Sumber : epaper SM hal 7 edisi
Jum’at, 10 Oktober 2014
No comments:
Post a Comment