Oleh Agus Fitri Yanto
Sejumlah perajin batik adi purwo,
batik tulis khas Purworejo dibuat resah oleh kemembanjiran batik cap (printing) bermotif sejenis (SM, 3/6/14). Bagaimana
tidak membuat resah mengingat batik tulis yang dibanderol dengan harga Rp 175
ribu-Rp 225 ribu harus bersaing dengan batik cap yang dijual ’’hanya’’ Rp 120
ribu-Rp 150 ribu.
Andai itu berlanjut bukan tidak mungkin
batik tulis adi purwo makin kalah bersaing. Sebagai batik, Adi Purwo mengusung
misi besar dalam kerangka mengangkat berbagai unsur adiluhung. Yakni dari aspek
sosial, budaya hingga ekonomi yang dimanifestasikan melalui gambar beduk,
durian, manggis, dolalak, dan kambing etawa, yang sangat mewakili potensi
kekayaan Purworejo.
Sangat bijak ketika bupati
mengharuskan pegawai pemkab memakai seragam batik adi purwo. Namun di tengah usaha
pelestarian, realitas menunjukkan hasil produksi belum seimbang dengan makin
tingginya permintaan akan batik tersebut. Tak mengherankan bila kehadiran batik
cap berusaha mengisi kekosongan permintaan pasar. Kondisi semacam itu tidak
bisa dihindari pelaku bisnis, apa pun produknya.
Kehadiran batik cap secara tak
langsung mendukung perluasan dalam melestarikan budaya ataupun kekayaan khas Purworejo.
Hanya dalam waktu bersamaan, kurang mendongkrak pemberdayaan ekonomi lokal,
utamanya perajin yang tersebar di berbagai kecamatan.
Suatu produk mustahil menjangkau semua
lapisan pasar. Begitu juga batik tulis khas Purworejo. Walaupun berkualitas
bagus, dengan harga Rp 175 ribu-Rp 225 ribu per lembar, batik itu tak mungkin menjangkau
seluruh golongan pegawai pemda.
Konsumen batik tulis yang
didominasi pegawai pemda pastilah tersegmentasi dari aspek ekonomi, pendidikan,
sosial hingga geografis. Yang dapat dilakukan Pemkab Purworejo melalui dinas
teknis, di antaranya yaitu menyeimbangkan antara ketersediaan produk batik
tulis dan permintaan pasar serta dominasi batik cap. Bisa jadi keberadaan batik
cap motif sejenis adi purwo tidak perlu dibendung. Sebaliknya, produsen bisa
secara profesional dirangkul untuk membantu memasyarakatkan batik Adi Purwo.
Perbedaan Segmen
Batik tulis Adi Purwo sebenarnya punya
potensi pasar tidak kecil dengan posisi tawar kuat. Walaupun batik cap dan printing
dari luar Purworejo makin banyak, perajin batik tulis adi purwo tidak perlu
terlalu resah. Salah satu alasan logisnya, yaitu segmen pasar produk mereka berbeda
dari batik cap.
Pegawai golongan menengah ke atas
pasti lebih memilih batik tulis ketimbang cap. Hanya saja dukungan saluran
distribusi belum optimal. Yang tak kalah berpengaruh yaitu reaksi agresif dari
produk batik cap menembus pasar konsumen di Purworejo. Ini terbukti dengan
mulai masuknya batik cap dari wilayah pinggiran.
Instansi terkait di Purworejo
memiliki peran strategis untuk menyinkronisasikan upaya pelestarian batik tulis
melalui upaya penguatan ekonomi masyarakat, khususnya terhadap perajin.
Sebagaimana berbagai program dan bantuan yang diberikan, pemda juga dapat
berperan untuk ’’mengendalikan’’ harga batik tulis di pasaran.
Sebagai contoh dengan penetapan harga
batik tulis secara seragam melalui kebijakan pemda akan mendukung keberpihakan
secara ekonomi pada para perajin. ’’Monopoli’’ harga tersebut sangat pas
diterapkan mengingat pemda juga punya kepentingan atas pelestarian batik tulis
khas Purworejo. Karena itu, peningkatan daya serap masyarakat terhadap batik
tulis khas Purworejo masih sangat mungkin dioptimalkan. Berbekal sinergitas
antara pemda, para perajin, dunia pendidikan, swasta dan masyarakat; kejayaan
batik tulis khas Purworejo dari aspek budaya, sosial hingga ekonomi menjadi
sebuah keniscayaan. (10)
— Agus Fitri Yanto SE MM, dosen Prodi
D-3 Administrasi Bisnis, Wakil Direktur III Politeknik Sawunggalih Aji (Polsa)
Kutoarjo Kabupaten Purworejo
Sumber : epaper SM hal 7 edisi
Sabtu, 4 Oktober 2014
No comments:
Post a Comment