Sunday, 12 October 2014

Menghidupi Batik Adi Purwo

Oleh Agus Fitri Yanto
Sejumlah perajin batik adi purwo, batik tulis khas Purworejo dibuat resah oleh kemembanjiran batik cap  (printing) bermotif sejenis (SM, 3/6/14). Bagaimana tidak membuat resah mengingat batik tulis yang dibanderol dengan harga Rp 175 ribu-Rp 225 ribu harus bersaing dengan batik cap yang dijual ’’hanya’’ Rp 120 ribu-Rp 150 ribu.
Andai itu berlanjut bukan tidak mungkin batik tulis adi purwo makin kalah bersaing. Sebagai batik, Adi Purwo mengusung misi besar dalam kerangka mengangkat berbagai unsur adiluhung. Yakni dari aspek sosial, budaya hingga ekonomi yang dimanifestasikan melalui gambar beduk, durian, manggis, dolalak, dan kambing etawa, yang sangat mewakili potensi kekayaan Purworejo.
Sangat bijak ketika bupati mengharuskan pegawai pemkab memakai seragam batik adi purwo. Namun di tengah usaha pelestarian, realitas menunjukkan hasil produksi belum seimbang dengan makin tingginya permintaan akan batik tersebut. Tak mengherankan bila kehadiran batik cap berusaha mengisi kekosongan permintaan pasar. Kondisi semacam itu tidak bisa dihindari pelaku bisnis, apa pun produknya.
Kehadiran batik cap secara tak langsung mendukung perluasan dalam melestarikan budaya ataupun kekayaan khas Purworejo. Hanya dalam waktu bersamaan, kurang mendongkrak pemberdayaan ekonomi lokal, utamanya perajin yang tersebar di berbagai kecamatan.
Suatu produk mustahil menjangkau semua lapisan pasar. Begitu juga batik tulis khas Purworejo. Walaupun berkualitas bagus, dengan harga Rp 175 ribu-Rp 225 ribu per lembar, batik itu tak mungkin menjangkau seluruh golongan pegawai pemda.
Konsumen batik tulis yang didominasi pegawai pemda pastilah tersegmentasi dari aspek ekonomi, pendidikan, sosial hingga geografis. Yang dapat dilakukan Pemkab Purworejo melalui dinas teknis, di antaranya yaitu menyeimbangkan antara ketersediaan produk batik tulis dan permintaan pasar serta dominasi batik cap. Bisa jadi keberadaan batik cap motif sejenis adi purwo tidak perlu dibendung. Sebaliknya, produsen bisa secara profesional dirangkul untuk membantu memasyarakatkan batik Adi Purwo.
Perbedaan Segmen
Batik tulis Adi Purwo sebenarnya punya potensi pasar tidak kecil dengan posisi tawar kuat. Walaupun batik cap dan printing dari luar Purworejo makin banyak, perajin batik tulis adi purwo tidak perlu terlalu resah. Salah satu alasan logisnya, yaitu segmen pasar produk mereka berbeda dari batik cap.
Pegawai golongan menengah ke atas pasti lebih memilih batik tulis ketimbang cap. Hanya saja dukungan saluran distribusi belum optimal. Yang tak kalah berpengaruh yaitu reaksi agresif dari produk batik cap menembus pasar konsumen di Purworejo. Ini terbukti dengan mulai masuknya batik cap dari wilayah pinggiran.
Instansi terkait di Purworejo memiliki peran strategis untuk menyinkronisasikan upaya pelestarian batik tulis melalui upaya penguatan ekonomi masyarakat, khususnya terhadap perajin. Sebagaimana berbagai program dan bantuan yang diberikan, pemda juga dapat berperan untuk ’’mengendalikan’’ harga batik tulis di pasaran.
Sebagai contoh dengan penetapan harga batik tulis secara seragam melalui kebijakan pemda akan mendukung keberpihakan secara ekonomi pada para perajin. ’’Monopoli’’ harga tersebut sangat pas diterapkan mengingat pemda juga punya kepentingan atas pelestarian batik tulis khas Purworejo. Karena itu, peningkatan daya serap masyarakat terhadap batik tulis khas Purworejo masih sangat mungkin dioptimalkan. Berbekal sinergitas antara pemda, para perajin, dunia pendidikan, swasta dan masyarakat; kejayaan batik tulis khas Purworejo dari aspek budaya, sosial hingga ekonomi menjadi sebuah keniscayaan. (10)
— Agus Fitri Yanto SE MM, dosen Prodi D-3 Administrasi Bisnis, Wakil Direktur III Politeknik Sawunggalih Aji (Polsa) Kutoarjo Kabupaten Purworejo

Sumber : epaper SM hal 7 edisi Sabtu, 4 Oktober 2014

No comments:

Post a Comment