HEPAR atau hati merupakan organ target yag diserang oleh
virus Hepatitis C. Lebih spesifik, virus hepatitis C (HCV) menyerang hepatosit dan
limfosit B, sel daya tahan tubuh yang memproduksi antibodi untuk melawan virus
Hepatitis C.
Hepatitis C akut maupun kronis dapat saja asimtomatis (pasien
tidak menyadari gejala apapun), tetapi karier, potensial menularkan virus
kepada seseorang, meski tampak sehat-sehat saja.
Penyakit ini memang bisa dihilangkan, 15 persen infeksi bisa
bersih dengan sendirinya (tereliminasi) tanpa pengobatan. Sekitar 40-80 persen
dapat tereliminasi dengan terapi obat-obatan farmakalogis antivirus, sehingga
terjauhkan dari komplikasi sirosis dan kanker hati (karsinoma hepatoselular)
yang menjadi penyebab penting kematian pada pasien Hepatitis C kronis.
Terapi saat ini, berupa kombinasi antara interferon dengan
preparat antivirus (ribavirin, boceprevir, teleprevir, atau simeprevir) dengan
respons keberhasilan yang bervariasi. Terapi peginterferon dengan ribavirin
merupakan standar tetap (gold standard) untuk terapi infeksi HCV kronis pada
pasien dengan fungsi ginjal normal. Namun, Ribavirin dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal ginjal dimana laju filtrasi glomerulus di bawah 60
mililiter per menit.
Prioritaskan Pencegahan
Akses terapi farmakologis membutuhkan waktu pengobatan hingga
48 minggu (hampir satu tahun). Selain, manifestasi efek samping obat semakin
signifikan seiring dengan perjalanan masa pengobatan, juga tingginya beban
biaya pengobatan. Karena itu, upaya pencegahan mendapat tempat yang penting
dalam pengendalian penularan virus hepatitis C.
Seperti pada penularan (human immunodeficiency virus (HIV)
dan virus Hepatitis B, HCV tidak menular lewat kontak tubuh berupa berjabat
tangan, penggunaan secara bersama-sama alat makan atau peralatan masak, dan
gigitan nyamuk.
Menular lewat luka pada kulit saat kecelakaan lalu lintas.
Virus dapat bertahan hidup di alam terbuka selama 16 hari pada suhu lingkungan
25 derajat celcius, dan dua hari pada suhu 37 derajat celcius. Bahkan dapat
bertahan selama 6 minggu pada suhu 4 derajat celcius atau kurang. Namun dengan
pemanasan hingga suhu 70 derajat celcius saja, virus Hepatitis C sudah
mengalami inaktivasi..
Penggunaan pisau cukur, sikat gigi yang bergantian dapat
menjadi media penularan virus Hepatitis C antarindividu. Sikat gigi dapat
menimbulkan luka pada gusi, sehingga cairan darah dapat menempel pada sikat
gigi. Begitu pula, cairan darah dapat menempel pada pisau cukur akibat luka
lecet atau luka iris saat mencukup jenggot atau kumis.
Penularan virus Hepatitis C dari ibu yang terinfeksi kepada
janin dalam kandungan. Dapat pula terjadi saat tindakan medis, misalnya seksio
sesaria. Air susu ibu bukanlah media untuk penularan virus Hepatitis C.
Tato tradisional pada kulit meningkatkan risiko penularan
virus Hepatitis C sekitar 2-3 kali, khususnya bila menggunakan peralatan tato
yang tidak steril atau tinta tato yang terkontaminasi partikel virus HCV yang
infektif. Juga risiko penularan dapat terjadi saat sirkumsisi dan tusuk jarum
(akupunktur).
Meskipun transmisi HCV lewat hubungan intim tergolong sangat
rendah, tetap dianjurkan hubungan intim yang aman dan batasi pasangan seksual.
Infeksi HIV merampas daya tahan tubuh, sehingga HCV dpat berkembang biak
leluasa tatkala terinfeksi HCV akut.
Menghindari penggunaan narkoba suntik, dapat menurunkan
risiko transmisi virus Hepatitis C hingga 75 persen. Pada kasus Hepatitis C
kronis, penderita harus menghindari alkohol dan obat-obatan yang dapat
menimbulkan kerusakan pada organ hepar.
Aktivitas fisik tidak perlu dibatasi pada pasien terinfeksi
HCV akut atau pun kronis. Tidak perlu istirahat total di tempat tidur
(bedrest). Sebagian besar pasien kembali bekerja atau beraktivitas normal
setelah gejala ikterus sirna, meskipun fungsi liver belum normal.
Selera makan cenderung menurun saat terserang infeksi HCV,
tetapi selera makan biasanya pulih beberapa hari setelah infeksi mereda.
Mengonsumsi hidangan dengan diet seimbang memperbaiki status gizi penderita,
sehingga suplemen vitamin tidak diperlukan.
Penggunaan obat kortikosteroid dapat meningkatkan laju
perkembangbiakan (replikasi) virus Hepatitis C, sehingga kadar RNA HCV dapat
meningkat 100 kali dibanding sebelum pemberian kortikosteroid.
Terakhir namun penting, adalah menjaga kesehatan organ
ginjal, sehingga terjauhkan dari kemungkinan penyakit ginjal kronis yang
memerlukan terapi hemodialisis. Dengan menjaga daya tahan tubuh, meskipun
terinfeksi virus Hepatitis C, maka tubuh memiliki kemampuan untuk mengeliminasi
virus tersebut sehingga tidak menutup kemungkinan kesembuhan spontan diraih.
F Suryadjaja, dari berbagai sumber-
Sumber : Epapar SM Edisi Rabu, 11 November 2015 Hal 23